
Kenapa Kamu Belum Menikah Juga?
Kata Kamu, Kata Dia, dan Kata Mereka
Zaman orangtua Kita dulu, umur 25 tahun belum menikah dianggap sudah nggak laku, WARNING!, tanda-tanda masa pamormu mulai meredup.
Gimana engga? Karena seperti yang sama-sama Kita tahu, banyak dari orangtua Kita yang sudah menikah di usia belasan tahun.
Dan kini, seiring bergesernya nilai-nilai budaya serta cara pandang kawula muda yang lebih modern, sebagian di antaranya tidak lagi memprioritaskan pernikahan sebagai langkah penting yang harus dicapai sesegera mungkin.
Sebagian berpikir:
Untuk apa menikah, jika belum mapan dan belum sanggup berdiri di atas kaki sendiri, yang ujung-ujungnya malah menyusahkan keluarga besar, menjadikan teman dekat dan kenalan sebagai ban serep untuk setiap kesulitan yang belum mampu Kita hadapi.
Daripada pusing memikirkan pertanyaan dan tuntutan dari orang lain seputar: “Kapan Kawin?” atau “Kenapa Kamu Belum Menikah Juga?” yang membuat Kita akhirnya menganggap dan menjadikan pernikahan sebagai 1 bagian dari siklus hidup yang wajib dilalui, tanpa melihat ribuan tanggung jawab yang menyertainya, kenapa nggak coba memantaskan diri dulu dengan sebaik-baiknya?
-Nikmatin Aja-
Ibu
Kapan Ibu bisa nimang Cucu dari kamu? Ibu udah pingin banget punya cucu lagi
Tetangga Oh Tetangga
Kenapa Kok Nggak Nikah-nikah?
TRAUMA??
Temen Sekantor
Semua orang yang Gue kenal udah pada nikah, Emang Lu nggak kepengen kaya Kita-kita?
ex-
Elu masih belum bisa move on juga dari Gue?
Kata Orang Jodoh itu di Tangan Tuhan
Kata Gue: Kalau emang jodoh itu di tangan Tuhan, kenapa mereka nggak nanya ke Tuhan tentang siapa jodoh Gue dan kapan Gue bakalan ketemu sama dia yang ada di tangan-Nya.

Rangga, 29 tahun
-tokoh ini hanya fiktif belaka-
Kesibukannya dalam membangun karir menempatkan Rangga pada situasi yang mau nggak mau, suka nggak suka, jadi serba ‘Asik Sendiri.’
Bukannya tidak ada usaha yang Rangga lakukan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Namun kata-kata ‘SERIUS’ memang masih jauh dari pikiran Rangga.
Ketertarikannya masih berkisar pada fase mengejar kemapanan semuda mungkin, apalagi begitu menyadari ketertinggalannya dari teman-teman sebayanya.
#diaryRangga

Bima, 35 tahun
-bukan nama sebenarnya-
Sebagai anak tunggal yang tinggal dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang biasa-biasa saja, Bima mengerti betul bagaimana sebagai seorang Janda, perjuangan sang Ibu tak pernah ada ujungnya. Meski peluh terus mengucur di tengah kelelahan yang tak berkesudahan, Ibu masih harus melangkah tanpa ragu.
Bima mungkin masih lebih beruntung dibanding anak-anak lain yang senasib dengannya. Masih ada Pak De dan Bu De yang selalu sigap mengulurkan tangannya untuk membiayai keperluan sekolah Bima. Meski tak seberapa, cukuplah untuk melepas penat Ibu barang sesaat 2 saat.
Begitu besarnya perjuangan Ibu membesarkan Bima di tengah keterbatasannya, lantas bagaimana mungkin Bima tidak terpikir untuk membayar kembali semua jerih payah Ibunda tercinta dengan kesenangan dan kebahagiaan di masa tuanya?
Begitu lulus kuliah, fokus Bima hanya 1, cari uang sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan perekonomian keluarga, setidaknya mengembalikan harga diri Ibu yang dulu kerap terinjak-injak dan dipandang sebelah mata oleh orang-orang sekitarnya.
#rumahIbudanBima

Arum, 39 tahun
-juga bukan nama sebenarnya-
Lain Rangga dan Bima, lain lagi Arum.
Di usianya yang kini menginjak 39 tahun, Arum masih saja sendiri.
Sebenarnya bukan Arum tidak ingin menikah. Bukan juga karena patah hati berkepanjangan.
Tapi entah kenapa, setiap kali mulai berkenalan dengan lawan jenis, selalu saja ada hal yang membuat ‘tidak sreg’.
Entah karena ternyata si Dia yang sudah beristri,
atau karena Ibu/ Bapak yang tidak setuju (Ibu setuju, Bapak tidak setuju, atau sebaliknya),
atau karena Dia yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar,
atau bahkan keengganan datang dari sisi Arum sendiri yang masih saja maju-mundur setiap kali merespon lelaki yang datang menghampiri.
Kalau kata Pak Tuo di kampung, Arum ini harus berkenalan dengan 10 orang lelaki dulu, baru kemudian bisa mendapatkan jodoh yang tepat.
Untungnya Bapak dan Ibu bukanlah orang yang mudah percaya dengan apa kata orang.
“Selama Kita punya Allah, percaya saja dengan takdir yang telah Dia siapkan untuk Kita.” Begitu selalu Ibu berucap.
#mengHarumbersamaIbu&Bapak
-IBUku-
Kamu itu bukan tidak ingin menikah, bukan juga karena masih ada banyak hal yang ingin Kamu upayakan untuk menyenangkan hati Ibu.
Kamu itu, cuma belum bertemu saja dengan Dia.
Dia yang akan membuat Kamu bertekuk lutut.
Dia yang mampu membuat duniamu terbolak-balik menjadi dunianya.
Dia yang mampu menjadikan Siang dan Malammu cuma buat Dia.
Sebelum nantinya Kamu jatuh cinta, pastikan Dia adalah orang yang tepat untuk semua usaha dan pengabdian cintamu.
Nikah itu Personal
Antara Aku, Kamu, dan Dia sang pemilik takdir.
Bukan sebatas cinta yang geloranya bisa menguap sewaktu-waktu,
tapi juga berbalut rambu-rambu Hak dan Kewajiban dalam bingkai Sakinah, Mawaddah, wa Rohmah.
Yang Penting Yakin
Setiap Rumah Tangga, ada Rizkinya
Ada yang memilih menikah di usia muda dan percaya jika Allah akan memampukan setiap hamba-Nya dalam pernikahan, selama hamba-Nya tidak putus usaha dan tawakal untuk setiap takdir-Nya.
Yang Baik untuk Yang Baik
Karena Pernikahan Bukan Main-main
Ada yang memilih untuk berusaha dan memantaskan diri dulu sebaik-baiknya sebelum tiba saatnya memutuskan serius dalam Akad Nikah.
Mohon Doanya
Antara Sayang dan Sarkasme kadang beda-beda tipis
Ada juga yang karena sudah merasakan bahagianya berumah tangga, jadi tak hentinya meng’gojlok’ para Jomblo dengan gurauan, “Kapan Nikah, keburu kiamat ntar, masih Jomblo aja.”