Junub : Berjalanlah ke Jaanib (sisi lain)
– sisi lain dari memandang kenikmatan yang terjadi antara 2 insan –
Dilansir dari kitab Al-Fathul Mubin, karangan Imam Al-Sya’rani, tentang Rahasia Memahami Rukun Islam Lebih Dalam.
Dikatakan bahwasanya junub pada hakikatnya adalah keberjarakan dan ketersingkirkan dari hadirat sifat-sifat Allah Yang Maha Agung.
Kata junub itu sendiri berasal dari ungkapan: “Berjalanlah ke jaanib (ke sisi lain).”
Hubungan biologis adalah perbuatan yang tidak Allah lakukan dan Dia mensucikan Diri-Nya dari tuduhan manusia yang menisbahkan perilaku itu kepada-Nya.
Junub adalah hubungan suami istri yang hanya terjadi dengan persetubuhan keduanya, baik dalam keadaan terjaga maupun tidur, dan Tuhan adalah Zat Yang Esa tanpa pasangan.
Karena itu, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk membasahi dan menyucikan seluruh anggota tubuh agar badan dan hati diringankan dari beban junub yang merupakan keberjarakan terjauh dari sifat-sifat Allah Yang Maha Esa dan Tidak Berpasangan. Ini adalah sekaligus sebagai upaya mengembalikan kemanusiaan seorang hamba.
Ketika seorang hamba telah menyucikan kemanusiaannya, ia kembali layak memasuki wilayah keharibaan Allah Yang Maha Esa dan Maha Benar serta mendaras kitab suci-Nya.
Karena kesucian lahiriah akan menjalar kepada kesucian batin. Mensucikan kembali hati dari kuasa syahwat yang melingkupinya saat berada dalam puncak kenikmatan, kondisi yang membuatnya lupa dari segala sesuatu dan lalai dari mengingat-Nya. Karena hanya orang-orang Saleh dan para Nabi dan Rasul sajalah yang sekejab pun hatinya tak pernah lupa dari mengingat Allah.
Orang yang junub ditamsilkan seperti orang yang tengah menghadap Raja yang sedang memandanginya. Orang itu tiba-tiba merasa mulas dan bergegas memenuhi hajatnya dengan berlari menuju kamar kecil, meninggalkan ruang pertemuan tanpa izin dan lebih mementingkan pelampiasan demi kebutuhan diri sendiri ketimbang Sang Raja. Ia bahkan sama sekali lupa kepada Sang Raja.
Ketika akan kembali dan memasuki ruang pertemuan, ia melangkah dengan malu. Karena itulah ia berusaha keras membersihkan dirinya dengan segala macam cara yang diketahuinya, demi menutup celah dan cacat perilaku yang telah diperbuatnya.
Demikian halnya junub. Kala membasuh seluruh anggota tubuh, ia mesti berniat untuk mensucikan dan membersihkan diri dari segala hal yang pada hakikatnya menjadi sebab keberjarakannya dari Allah SWT.
Berniat dalam setiap basuhan saat Mandi Junub
Barangsiapa menginginkan Tuhannya, wajiblah ia ketika membasahi tangan untuk berniat menyucikan tangannya dari segala perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Allah serta mencegah tangannya dari perbuatan yang memperlebar jarak antara dia dan Tuhannya.
Saat berkumur-kumur, ia wajib berniat menyucikan dan membersihkan mulutnya dari ucapan yang keji dan buruk. Dengan demikian, lidah dan mulutnya menjadi pantas berzikir kepada Allah Yang Maha Suci, Maha Tinggi Lagi Maha Luhur.
Ketika menghirup air wudhu dengan hidung lalu mengeluarkannya, ia wajib berniat menghirup aroma keindahan Dzat yang dicintainya dengan merasakan rasa rindu di dalam dada.
Kala menyela-nyela rambut maupun janggut, ia wajib berniat membebaskan diri dari tangan-tangan yang menguasai dan dapat menjerumuskannya dari tingkat tertinggi menuju jurang terdalam serta dari segala pemandu menuju selain Allah.
Seperti disebutkan dalam Al Quran: “Orang-orang yang berdosa dikenali dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (Q.S. Ar-Rahman : 41).
Saat membasuh kepala, berniat melenyapkan nafsu dan rasa haus akan kekuasaan. Saat membasahi wajah, berniat menyucikan wajah dari kekerasan, mengembalikan kendali diri menuju ketaatan kepada Allah, dan mengarahkan jiwa untuk semakin mendekat pada-Nya.
Saat membasahi kedua mata, berniat untuk menyucikan kedua mata dari pandangan kepada hal-hal makruh dan kepada selain Allah. Saat membasahi leher, berniat untuk membebaskan diri dari belenggu penghambaan kepada segala sesuatu selain Allah.
Saat membasahi anggota tubuh bagian kanan dan kiri, berniat untuk menyucikan diri dari sikap mengesampingkan Allah dan berniat untuk bersandar hanya kepada-Nya.
Saat membasahi punggung, berniat untuk menihilkan kebergantungan kepada selain Allah dan membuang seluruh keangkuhannya. Saat membasahi dada, benamkan tekad untuk melenyapkan hasrat akan menepuk dada sendiri pada panggung-panggung publik dan membuang keinginan untuk membusungkan dada, mencari nama di antara hamba-hamba Allah, meraup pujian, acungan jempol dan tepuk tangan, serta membuang kecurangan dan keculasan dari dadanya.
Saat membasahi perut, berniat untuk menyucikan diri dari konsumsi haram maupun syubhat, menepis keraguan yang bersarang dalam kalbu, serta menghalau sifat-sifat merusak yang tersembunyi rapi di dalam relung hati.
Saat membasahi bagian belakang bawah dan paha, berniat untuk menyucikan diri dari duduk-duduk maupun kelambanan untuk bangkit kepada hal-hal yang Allah ridhai.
Saat membasahi kedua kaki dan betis, berniat menyucikan diri dari langkah menuju keburukan dan nafsu serta melepas rantai kemalasan saat datang panggilan kebaikan.
Bila setiap basuhan pada anggota tubuh diniatkan sedemikian rupanya untuk kesucian jiwa, siapa pun setelahnya akan bersih lahir-batinnya dan lebih mudah mendapatkan manisnya iman dan ampunan, terlepas dari kegundahan yang mendekap. Bersiap menerima tajalli Allah dalam hatinya. Karena sesungguhnya, menjaga adab lahir sama halnya dengan menjaga adab batin, yang akhirnya bertujuan untuk menerima cahaya Allah lebih dekat.