Daftar Isi
Dilema Sandwich Generation
Sandwich Generation: Ungkapan yang kini umum diberikan sebagai perumpamaan bagi orang-orang di rentang usia tertentu yang berada dalam kondisi terjepit di antara 2 generasi, generasi Orangtua (dan keluarga besar) di atasnya, dan Anak-anak sebagai generasi di bawahnya.
Sebagai manusia normal, Kita akan melalui siklus hidup yang terjadi pada mayoritas manusia pada umumnya:
Terlahir ke dunia – Tumbuh besar – Mengenyam Pendidikan – Bekerja dan Mencari Nafkah – Menikah – Memiliki Keturunan – Memasuki Usia Senja – dan Menunggu Ajal Datang Menjemput
Bagi kebanyakan orang, jarak waktu yang dimiliki antara bekerja dan melangsungkan pernikahan tidaklah lama. Begitu lulus sekolah, kemudian bekerja dan lantas menikah.
Belum sempat memikirkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan dalam kehidupannya sendiri, tetiba sudah dihadapkan dengan seluruh kewajiban sebagai Orangtua baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tetiba menyadari jika hidup yang dijalani bagaikan rangkaian gerbong kereta yang berisi kewajiban dan kewajiban.
Seolah banyaknya kewajiban sebagai pasangan dan Orangtua baru belum cukup panjang untuk menjadi antrian perhatian dan pemikiran bagi pasangan muda, di sisi lain, masih harus dihadapkan dengan perhatian yang sama besarnya untuk kedua Orangtua tercinta ataupun keluarga besar lainnya.
Di satu sisi harus menghitung besaran kebutuhan dan kesejahteraan untuk keluarga kecil Kita, dan di sisi lain juga harus mempertimbangan kenyamanan dan kestabilan untuk Orangtua tercinta yang telah bersusah-payah merawat dan membesarkan Kita hingga menjadi seperti saat ini.
Jangankan berpikir untuk kesenangan pribadi, memikirkan kedua sisi ini saja tentunya sudah mengambil porsi yang sangat besar dalam ruang kepala Kita.
Sebelum Kita berbicara tentang adab terhadap Orangtua (birrul walidain), mari Kita sama-sama tidak menutup mata akan banyaknya hal yang terjadi dalam pernikahan 2 insan yang tidak berjalan mulus akibat adanya ketidaksesuaian dalam merespon dan memperlakukan keluarga besar dari kedua pihak, hingga menjadi batu sandungan dan sumber keretakan dari pernikahan keduanya.
Bayangkan jika selama ini (untuk beberapa waktu lamanya), Anda secara aktif berperan sebagai tulang punggung dalam keluarga. Dan setelah memiliki pasangan, Anda tidak bisa lagi memainkan peranan yang sama. Entah karena prioritas yang berubah, ataupun karena tidak adanya persetujuan dari pasangan untuk ikut turun tangan dan membantu perekonomian keluarga besar.
Antara pasangan sudah cocok, namun ternyata ketidakcocokan justru datang dari hubungan antar Menantu dengan Mertua, atau malah dari hubungan antar Besan.
Bahkan tidak jarang, sebagian pasangan lebih memilih menarik diri dari keluarga yang telah membesarkannya selama ini demi menciptakan lingkungan keluarga yang lebih harmonis dengan keluarga kecilnya.
Maka beruntunglah jika Kita dianugerahi pasangan yang sangat menerima dan menyayangi keluarga besar Kita seperti halnya terhadap keluarga sendiri. Belum lagi jika ditambah dengan Orangtua dan Mertua yang super-duper pengertian terhadap Anak dan Menantunya.
Entah kapan persisnya terlahir istilah Sandwich Generation ini. Istilah Sandwich Generation ini, bila tidak disikapi dengan bijak, hanya akan menjadi beban dan dilema tersendiri bagi kalangan yang tengah berada di situasi tersebut.
Seperti sama-sama Kita pahami, Kita mungkin tidak meminta untuk dilahirkan ke dunia ini, tetapi 1 hal yang juga harus sama-sama Kita sadari, kedua orangtua Kita juga pastinya memiliki pilihan untuk melahirkan dan membesarkan Anak-anaknya atau tidak.
Tidak butuh waktu lama bagi Orangtua untuk merelakan dirinya menunduk di hadapan orang lain demi kesejahteraan Anak-anaknya tercinta. Tapi diperlukan niat yang sangat teguh bagi seorang Anak untuk bisa menepuk pundak kedua Orangtuanya dan mengucapkan: “Istirahatlah, Ayah dan Ibu, kini giliranku untuk menggantikan posisi Kalian.”
Nggak mudah memang, untuk diucapkan, apalagi jika melihat rentetan tanggungan dan impian pribadi yang masih menggunung.
Mungkin dari situlah sebabnya terlahir pribahasa: “Kasih Ibu sepanjang masa, Kasih Anak sepenggalan,” saking begitu lazimnya Kita melihat tidak ada 1 pun Anak yang sanggup menyerupai dan membalas kasih sayang kedua Orangtua untuk Anak-anaknya.
Kedua Orangtua bisa saja membesarkan dan mengurus kesembilan Anaknya, tetapi 9 Anak tadi belum tentu bisa mengurus kedua Orangtuanya.
Kata Rasulullah tentang Ayah dan Ibu
Dalam beberapa hadits, Rasullulah mengingatkan Kita untuk tidak berlaku kasar kepada kedua Orangtua, bahkan untuk berkata “Ah/ Hush” saja pada orangtua, Rasul pun melarang Kita. Belum lagi jika Kita mendengar berbagai pernyataan dari Orang-orang sukses tentang arti orangtua dalam setiap kesuksesan yang dicapainya.
Tidak ada 1 hubungan pun yang bisa memutus ikatan darah antara Anak dan Orangtua, sekalipun untuk hal-hal yang prinsipil sifatnya. Rasulullah SAW pun pernah meminta Asma binti Abu Bakar untuk tetap bersikap sebaik-baiknya kepada Ibunda tercinta yang berbeda keyakinan dengannya. Apa pun dan siapa pun Kita saat ini, tidak ada artinya tanpa andil dari kedua Orang Tua tercinta.
Bahkan, begitu besarnya keutamaan dari memperlakukan kedua Orangtua dengan sebaik-baiknya, sampai-sampai Rasulullah SAW pernah menolak seseorang yang datang dan mengajukan diri untuk berhijrah dan berjihad bersama Rasulullah SAW dan para Sahabat lainnya. Semua itu semata demi menjaga kebaikan dan keutamaan dari berbuat baik kepada Orangtua.
“Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash RA berkata:
Ada seseorang datang kepada Nabi Allah SAW dan berkata:
“Saya berbaiat kepada Tuan untuk berhijrah dan berjihad dengan hanya mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala semata.”
Beliau bertanya:
“Apakah masih ada salah seorang di antara kedua Orangtuamu yang masih hidup?”
Ia menjawab:
“Ya, Masih. Bahkan kedua-duanya masih hidup.”
Beliau bertanya:
“Kamu mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala?”
Ia menjawab:
“Ya.”
Beliau bersabda:
“Kembalilah kepada kedua Orangtuamu dan layanilah mereka dengan sebaik-baiknya.”
-H.R. Bukhari dan Muslim-
Sebelum Segala Sesuatunya Terlambat
Rasa-rasanya tidak perlu lagi Kita menunggu 1 kalimat tambahan dari beberapa teman sebaya yang sudah lebih dulu ditinggalkan oleh salah satu ataupun kedua Orangtuanya, yang acapkali secara berulang mereka akan berucap:
“Penyesalan terbesar Saya, karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk kedua Orangtua, belum bisa menjadi Anak yang baik di masa usia mereka. Andai saja Saya bisa memperlakukan Mereka dengan lebih baik di masa hidup keduanya.”
Untukmu yang sedang berada di posisi ini, “Tetaplah Semangat, meski Semangat saja tak cukup untuk melangkah.” “Dan Selamat, karena 1 pintu Surga telah terbuka untukmu.”
Semoga Allah meridhoi langkah kaki Kita untuk sama-sama bisa menjadi Anak yang sholeh bagi kedua Orangtua tercinta, baik di masa hidupnya maupun di setelah ajalnya menjemput.
Punya pengalaman menarik dengan kisahmu sebagai Generasi Sandwich? Bagikan pengalamanmu dengan Kita di sini. 1 kisah yang menurutmu biasa saja, bisa menjadi 1 langkah yang besar bagi kehidupan Orang lain.