Pondok Indah Mertua | Mertua Kok Gitu, Sih?

Menggapai Rumah Tangga Sakinah dan Bahagia

 

 

Gimana Rasanya, Tinggal di Pondok Indah Mertua?

Big Family Big Happiness
Bahagia Mereka, Bahagiaku

Punya Mertua nyebelin?

Mau ngapa-ngapain jadi nggak bebas?

Gimana mau bebas? Wong, tinggal juga masih di Pondok Indah Mertua.

(Siap-siap tarik nafas, karena tulisan ini akan cukup panjang ^_^).

Jani & Juna

Mari Kita Mulai dengan Cerita Jani dan Juna Berikut:

Ijab Qabul
Tsaaahhhh . . .

1 Minggu Sebelum Pernikahan Jani dan Juna

Bu Juni:

“Jan, Selamat ya. Saya sudah terima undangan kamu. Tapi maaf nih, saya nggak bisa datang. Masih ada tugas kantor. Ini aja saya baru pulang dari Manado. Biasa, kunjungan cabang akhir tahun.”

Jani:

“Wah, iya Bu gapapa. Maaf ya Bu, main taruh undangan aja di meja Ibu. Takut lupa, keburu cuti duluan nanti.”

Bu Juni:

“Santai, Jan. Saya mau ucapin selamat aja sama kamu. By the way, nanti kamu tinggal di mana setelah nikah? Nggak bisa sering-sering diinepin anak-anak kantor lagi dong kamu?”

Jani:

“Hahaha… iya, Bu. Jadi agak jauh nih, sementara tinggal di rumah mertua dulu Bu, Ibunya Mas Arjuna minta ditemenin dulu sebelum kita punya rumah sendiri.”

Bu Juni:

“Wah, yakin kamu, tinggal sama mertua?” (expresi Bu Juni skeptis dengan alis yang langsung terangkat sebelah).

“Hati-hati lho Jan kalau tinggal sama mertua. Ya bukan gimana-gimana sih, tapi salah gerak dikit aja nih, bisa jadi bahan omongan 1 keluarga besar. Pokoknya nih ya, harus pinter-pinter deh ambil hati mertua. Disiapin keperluannya. Dan meski Kamu udah kasih uang belanja, tetep aja harus dicukupi keperluan rumah, nggak usah ditanya-tanya yang nggak ada.”

“Trus itu tuh, jangan pernah deh pasang muka jutek di depan mertua gara-gara abis berantem sama suami. Apalagi sampai lampiasin ke mertua. Biarpun suami Kamu yang salah, tetep aja si Ibu nggak bakalan rela anaknya kenapa-kenapa gegara perempuan.”

Tetiba Jani teringat obrolan bareng Janet tempo hari soal mertuanya yang memperlakukan Janet layaknya saingan untuk mendapatkan perhatian Sang Pangeran.

Jani:

“Yah, saya sih Bismillah aja Bu. InsyaAllah calon mertua saya baik. Kami juga udah pernah bertemu beberapa kali.”

Bu Juni:

“Ya, pokoknya kamu ati-ati aja deh saya wanti-wanti. Biar nggak kaya Janet tuh yang suka nangis di pojokan gegara ribut terus sama mertuanya.”

Masalah Rumah Tangga Bikin Terpuruk
Bersama Tapi Sendiri

PIM (Pondok Indah Mertua)

Dilema Pondok Mertua Indah atau biasa dikenal dengan sebutan PIM (Pondok Indah Mertua), tidak jarang dialami oleh sebagian rumah tangga.

Ada sebuah nasihat bijak yang mengatakan, “Bila memang sudah berumah tangga, tinggallah di rumahmu sendiri. Sekecil apapun rumahmu, itu adalah istanamu yang bisa kamu atur sekehendakmu. Karna bagaimanapun, tidak akan mungkin ada 2 Raja ataupun Ratu dalam 1 istana.”

Mungkin itu sebabnya ada sebagian orangtua yang mewanti-wanti anaknya agar lekas meninggalkan rumah begitu sudah berkeluarga. Bukan karena tidak sayang, namun justru karena ingin anaknya belajar mandiri sedini mungkin dan membina keluarga kecilnya, merasakan kenikmatan berumah tangga yang sesungguhnya dengan segala keterbatasan dan kecukupannya.

Namun bagaimana jika memang kondisi tidak memungkinkan untuk meninggalkan orangtua tercinta? Yaa, itu berarti memang ladang pahala Anda berdua ada di situ.

“Menikah ibarat pengabdian yang terus-menerus. Maka salah seorang dari kalian hendaklah melihat di mana ia meletakkan kemuliaannya.” (Sayyidah Aisyah R.A.)

Untuk hidup 1 atap bersama mertua pastilah tidak mudah, dan boleh jadi, itu juga mungkin yang mereka (mertua) rasakan, tidak mudah menerima orang baru dalam kehidupannya. Tidak mudah menyerahkan anak yang sekian lama diasuhnya ke tangan orang lain yang baru saja dikenalnya.

Bahkan, salah-salah respon bisa saja membuat salah satu pasangan kewalahan karena saking terbebaninya dengan kondisi yang sama sekali di luar kendalinya.

Konflik-konflik kecil bisa menjadi sumber perkara besar yang berujung pada perceraian. Bayangkan, bila rumah tangga yang tadinya aman tentram, sampai harus bercerai karena ketidakcocokan dengan orangtua pasangan. Antar pasangan sudah cocok, ternyata hubungan dengan mertua bermasalah.

Stay Humble, Aku dan Kamu

Ada benarnya nasihat yang yang disampaikan Bu Juni di atas. Sebagai pasangan sekaligus orang yang lebih muda, Kita harus pintar-pintar mengambil hati orangtua (karena biar bagaimanapun, mertua Kita adalah orangtua Kita juga bukan?).

Sebagai pihak yang lebih muda dan update terhadap segala informasi terkini, sudah sewajarnya Kita lebih bisa memposisikan diri dengan bijak, menahan emosi, melatih respon dan kepekaan dengan mulai berlatih membaca sudut pandang orangtua. Siapa tahu memang Kitanya yang salah. Atau setidaknya, mungkin banyak kebenaran yang mereka sampaikan, hanya mungkin karena Kita hidup di generasi yang berbeda dengan orangtua, apa yang orangtua Kita sampaikan jadi terkesan tidak lagi relevan dengan apa yang Kita hadapi.

Yang lebih pentingnya lagi, jangan sampai Kita menjadi menantu yang terkesan hanya ingin bersama dengan pasangan, tanpa mau menerima keluarga yang telah bersusah payah membesarkannya hingga bisa menjadi seperti orang yang Kita cintai saat ini.

Bukankah esensi dan hikmah pernikahan salah satunya adalah menjalin hubungan kekeluargaan dan menguatkan pilar-pilar kasih sayang antara beberapa keluarga?

Menikahi Pasangan = Menikahi Keluarga Besar

Dengan menikahi pasangan, mau tidak mau Kita juga harus bersiap untuk menikahi keseluruhan keluarganya dan menikahi lingkungan tempatnya bertumbuh. Suka tidak suka, Kita akan terhubung dengan bagian masa lalu dan masa depannya dengan segala koneksi yang mengelilinginya.

Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Wa Rohmah
Bersama Sampai Surga

Prioritas yang Bergeser

Untuk Anda para Istri, ada perbedaan besar yang harus dipahami sedari awal antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan dengan hubungan keluarga besarnya.

Sebagai Istri, seorang wanita akan mengubah prioritas ketaatannya, yang semula berada pada kedua orangtuanya, kini telah berganti posisi:

  • Orang yang pertama harus ditaatinya adalah lelaki yang telah diyakininya untuk menjadi imam dunia akhirat.
  • Dari suami berlanjut ke orangtua suami (karena otomatis sang pria harus mengutamakan kedua orangtuanya – khususnya Ibu, di atas segala-galanya, yang tentu saja berada dalam ketaatan berbalut agama), Baru kemudian kembali kepada orangtua istri.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, beliau berkata:

Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah orang yang haknya lebih utama untuk dipenuhi oleh seorang istri?” Rasulullah menjawab, “Suaminya.”Beliau bertanya kembali, “Siapakah orang yang paling berhak dipenuhi haknya oleh seorang lelaki?” Beliau menjawab, “Ibunya.” (H.R. Al-Hakim)

Suami Terbaik, Buah Kebaikan Orangtua dan Lingkungan

Untuk Anda para Suami, berbaik-baiklah pada pasangan. Bukan hal yang mudah bagi seorang wanita untuk memberikan kepercayaan kepada seorang lelaki, mempercayakan masa depannya dunia akhirat dalam arahan dan kepemimpinan Anda, meninggalkan semua kenyamanan yang selama ini telah didapatnya dari keluarga besar sebelum pernikahan Anda berdua.

Sekalipun ada hal-hal yang tidak Anda senangi dari istri Anda, lihatlah lagi, pasti masih ada banyak hal lain yang menyenangkan hati Anda.

Tunjukkan jika memang Ibu Anda sudah mendidik anak-anaknya dengan cara yang luar biasa, dengan mengajarkan anak-anaknya untuk selalu menghormati dan memuliakan pasangan dan keluarga besarnya.

Karena anak-anak yang baik adalah cerminan dari didikan orangtua dan lingkungan yang baik.

Jika Kita sudah merasa yakin telah memilih pasangan yang terbaik, tentunya Kita juga meyakini jika pasangan yang Kita nikahi terlahir dan berasal dari lingkungan keluarga dan pergaulan terbaik, sehitam apapun kelihatannya.

Seluruh background tadilah yang menjadikannya kokoh berdiri sampai sejauh ini dengan sejuta pesona yang telah berhasil menaklukkan hati Kita.

Aku atau Orangtuamu?

Tidak ada alasan untuk ‘memunggungi’ mertua selama apa yang diangankannya masih berada dalam koridor (tuntunan) syari’ah.

Jangan sampai Anda menjelma menjadi menantu yang zholim, yang secara terpaksa atau malah sukarela mengultimatum pasangan dan memberi pilihan: “Aku atau Orangtuamu???”

Adakah yang seperti itu?
Banyakkkk… (Betulll???)
Salahkah?
Well, kita tidak pernah bisa menghakimi 1 pun pasangan atau kehidupan rumah tangganya apalagi sampai membandingkannya dengan rumah tangga lainnya. Apa yang terjadi di dalam, hanya mereka yang benar-benar mengetahuinya.

Ibarat kata, rumah sendiri saja belum tentu wangi, ngapain juga Kita sibuk mengendus-ngendus bau busuk di tempat lain?

Rumah Tangga Sakinah
Sakinah Bersamamu

Semoga kehidupan pernikahan Kita, selalu dijauhkan dari segala hal yang berujung pada perpecahan dalam rumah tangga.

samara

Sharing seputar serba-serbi pernikahan, keluarga, dan parenting keluarga sakinah. Tentang bagaimana menjemput keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah dimulai dengan semua proses Menuju Halal yang baik dan diridhoi Allah. Bagaimana dalam pernikahan, setiap detiknya adalah proses pembelajaran tanpa henti. Tentang bagaimana mengantarkan anak-anak menuju masa depan yang baik, dimulai dulu dengan Kita sebagai orangtua.

One thought on “Pondok Indah Mertua | Mertua Kok Gitu, Sih?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sandwich Generation
Imperfect Family

Sandwich Generation : Hal Tabu yang Suka Nggak Suka Harus Dilalui

Dilema Sandwich Generation Sandwich Generation: Ungkapan yang kini umum diberikan sebagai perumpamaan bagi orang-orang di rentang usia tertentu yang berada dalam kondisi terjepit di antara 2 generasi, generasi Orangtua (dan keluarga besar) di atasnya, dan Anak-anak sebagai generasi di bawahnya. Sebagai manusia normal, Kita akan melalui siklus hidup yang terjadi pada mayoritas manusia pada umumnya:  […]

Read More