Apa yang terjadi pada diri dan kehidupan Rasulullah SAW selain menjadi teladan untuk kehidupan Kita, juga sebagai ketetapan hukum untuk acuan dan rujukan hal-hal yang di kemudian hari akan dialami umat.
Demikian halnya dengan kehidupan pernikahan Rasulullah SAW bersama istri-istri beliau, di mana setiap perjalanannya membawa hikmah tersendiri untuk direnungi dan ditaati.
Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah
Zainab binti Jahsy adalah 1 dari wanita yang beruntung dengan berbagai keutamaannya sebagai pendamping Rasulullah SAW.
Sebagaimana Kita ketahui bersama, jika istri-istri Rasulullah adalah wanita-wanita yang tidak hanya memiliki keutamaan di dunia, namun juga memiliki tempat istimewa di Surga kelak.
Zainab binti Jahsy, memasuki kehidupan rumah tangga dengan Rasulullah, sebagai bagian dari ketetapan Allah SWT.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Zaid bin Haritsah RA mengadu kepada Nabi SAW tentang istrinya, Zainab binti Jahsy. Rasulullah SAW bersabda, “Tahanlah istrimu!” Maka turunlah ayat ini: “Pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah…, yang mengingatkan Rasulullah SAW akan sesuatu yang tetap dirahasiakan oleh dirinya yang telah diberitahukan oleh Allah SWT. (HR. At-Tabari).
Menikahi Mantan Istri Anak Angkat
Pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy, mematahkan stigma yang berkembang di masa Jahiliyah saat itu, yang menyamakan kedudukan anak angkat dengan anak kandung, dalam hal penyebutan nasab maupun dalam beberapa peraturan kekeluargaan lainnya. Sehingga tidak lazim bagi seorang Ayah angkat untuk melakukan pernikahan dengan mantan menantunya, dalam hal ini mantan istri dari anak angkatnya (Zaid bin Haritsah RA).
Namun ketetapan yang datang dari Allah SWT dalam bentuk pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy, menjelaskan apa-apa yang dipandang salah pada saat itu, tidaklah sama antara anak kandung dengan anak angkat. Sebaik-baik Kita memperlakukan anak angkat, sebutlah ia dengan sebutan yang merujuk pada ayahnya, bukan sebagai bagian dari keturunan Kita. Zaid bin Haritsah bukanlah Zaid bin Muhammad, semirip apapun tingkah lakunya dengan keluarga Rasulullah SAW.
Hingga apa yang menjadi hak dan kewajiban anak dan orangtua kandung, tidak serta-merta melekat pada hubungan orangtua dan anak angkatnya.
Hal lain yang perlu digarisbawahi, jika terdapat kebolehan untuk menikahi mantan pasangan anak angkat, maka dengan demikian apa yang berlaku dalam hubungan non-Mahrom juga patut diperhatikan dan dipahami untuk mencegah hal-hal yang tidak semestinya.
Wallahua’lam bisshowab