

Daftar Isi
What a Crazy World, What a Crazy Day
Sebagai orang dewasa, kerap kali Kita dikejutkan dengan berbagai hal yang terjadi di luar nalar, mulai dari tindakan kriminal yang semakin merajalela, LGBT yang semakin eksis, sampai isu ketidakpercayaan terhadap eksistensi ke-Tuhan-an dan agama yang semakin berhembus kencang, khususnya di kalangan anak muda yang tengah mencari jati diri. Walau ada kalanya Kita jumpai krisis jati diri tidak hanya berlaku untuk mereka yang masih belia, tapi juga untuk Kita yang mengaku telah dewasa.
Kita memang tidak sedang berada dalam kondisi peperangan dengan bangsa lain. Tapi apa bedanya, jika saat ini ideologi dan culture kebangsaan kita tengah diserang. Bahkan parahnya, Kita sendiri tidak menyadari apa yang harus diperjuangkan, untuk siapa Kita berjuang, dan siapa Kawan dan Lawan yang harus diperhatikan.
Nggak usah berpikir jauh-jauh, banyak hal yang awalnya Kita jumpai di layar kaca, ternyata acapkali terjadi dalam kehidupan Kita sendiri. Nyatanya memang lingkaran ‘ketidakwarasan’ tadi nggak mengenal tempat dan waktu. Siapa saja dan kapan saja bisa dipertemukan dengannya.
Me & Child Free Life?

Di tengah semua kegilaan yang makin nggak masuk akal ini, wajar kiranya jika sebagian pasangan memutuskan untuk tidak membiarkan anak keturunannya terlibat dalam keruwetan dunia. Daripada berpikir untuk memberikan kesempatan pada calon anak merasakan pahit dan kejamnya kehidupan, lebih baik sudah saja sekalian kesempatan itu dihilangkan sama sekali. Berdiri di atas pilihan ‘Child Free Life’.
Walau untuk sebagian pasangan yang memilih untuk tidak memiliki keturunan, pilihan yang mereka buat sangat jelas dilandaskan pada kepentingan yang sifatnya lebih pribadi. Karena sudah pasti, di saat Kita memutuskan untuk menjadi seorang Ayah/Ibu, segala sesuatunya tidak akan pernah sama lagi seperti semula.
Dan sebagai pihak luar yang tidak mengerti sepenuhnya dengan jalan pemikiran masing-masing individu, kurang tepat rasanya jika Kita menghakimi 1 sama lain.
Sepasang suami istri yang tidak merasa cakap untuk membesarkan anak dan memutuskan untuk ‘Being Child Free’, boleh jadi lebih baik daripada sepasang muda-mudi yang melahirkan banyak keturunan tanpa kesadaran untuk membesarkan, mendidik, dan menuntun anak-anaknya ke arah yang lebih baik.
Jangan Asal Menikah
Itu sebabnya,
Jangan Asal Menikah dan Memilih Pasangan
Jangan Asal Menikah, Hanya karena Kamu udah ‘Nggak Kuat’
Jangan Asal Menikah, Karena usia yang ‘Tak Lagi Muda’
Dan Jangan Asal Menikah, Hanya demi menyenangkan hati orang lain, apalagi sekedar ‘Balas Dendam Sama Mantan’
Karena bila untuk bertamu ke rumah orang lain saja Kita perlu tau ilmu dan adab-adabnya, apalagi untuk memasuki gerbang pernikahan, ikatan seumur hidup bahkan sampai mati bersama orang-orang yang terikat di dalamnya.
Fitrah Berpasangan dan Memiliki Keturunan
Jatuh Cinta dan menjalani hidup bersama orang yang dikasihi adalah fitrah manusia. Bukan saja karena ada banyak kesenangan yang bisa dinikmati berdua, tapi juga karena berbagai hal di depan sana yang akan terasa lebih ringan bila dijalani bersama.
Islam memandang pernikahan sebagai jalan yang Allah ridhoi untuk menjalin hubungan cinta sekaligus membangun keluarga antara 2 insan beserta keluarga besarnya. Pernikahan juga menjadi cara terbaik untuk memelihara kesempurnaan nasab.
Saat Kita bicara mengenai pernikahan dalam Islam, saat itu juga Kita akan memahami betapa kompleks dan sempurnanya Islam memandang pernikahan sebagai fondasi kebermasyarakatan.
Karena pernikahan bukan sekedar wadah untuk sekedar icip-icip kesenangan masing-masing, namun ada banyak hal di dalamnya terkait Hak dan Kewajiban yang menyertai Ijab Qabul, bukan hanya untuk kedua pasangan tapi juga untuk keluarga besar yang terikat dengan ikatan pernikahan.
Rasulullah SAW menganjurkan ummatnya untuk memiliki keturunan yang bisa menjadi generasi penerus perjuangan dan syiar Islam. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW sebagai berikut:
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan), sesungguhnya Aku membanggakan kalian di hadapan para Nabi (yang lain) pada hari Kiamat.”
(HR. Abu Daud, Ahmad, dan yang lainnya)
Keberadaan anak dalam keluarga, selain sebagai perekat keharmonisan antar kedua pasangan dan sebagai peredam ego satu sama lain, juga sebagai motivasi bagi pencari nafkah untuk lebih giat berusaha menjemput rizki dan memperbaiki kesejahteraan keluarga.
Usaha sekeras-kerasnya demi kebahagiaan keluarga dan beramal semaksimal mungkin untuk mengejar keridhoan Allah.

Namun, sebelum Kita nantinya merasa berhak menentukan arah kebahagiaan dan kehidupan Anak-anak yang Kita besarkan, alangkah baiknya kalau Kita memahami, jika:
Boleh jadi, Kitalah (sebagai orangtua) yang lebih membutuhkan kehadiran anak, daripada mereka yang membutuhkan keberadaan Kita.
Dan sangat mungkin, bukan hanya mereka yang mempelajari banyak hal dari Kita yang lebih dewasa, namun Kitalah (sebagai orangtua) yang akhirnya belajar banyak hal tentang kehidupan, dari berbagai tingkah & pola laku anak-anak.
Karena disadari atau tidak, Hal sekecil apapun dari mereka, selalu menjadi cara unik tersendiri dari-Nya untuk mengajarkan Kita tentang arti kehidupan.
Yakin Mau Child Free? Keputusan untuk memiliki keturunan atau tidak, itu sepenuhnya pilihan Anda bersama pasangan.
Pilihan yang sama-sama akan dinikmati bersama sampai lanjut usiamu dan sama-sama akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat.
Husband:
Kamu tau kenapa Aku ingin memiliki anak darimu?
Wife :
Memangnya Kenapa?
Husband:
Karena Aku ingin melihat perwujudan cinta Kita berdua dari anak keturunan Kita nanti
♥ ♥ ♥
Wife :
Kamu tau kenapa Aku ingin memiliki anak darimu?
Husband :
Kenapa?
Wife :
Karena Menurutku, Aku Kece, dan Kamu juga Kece, jadi Aku penasaran akan sekece apa anak Kita nanti
Dalam suatu masa, Nabi Sulaiman berazzam, jikalau ia memiliki anak, akan ia jadikan seluruh anak keturunannya sebagai penerus perjuangan untuk syiar Islam. Namun demikian, sekalipun seorang Nabi yang berkehendak, Allah jualah yang menentukan.