Masih Ragu, Menyekolahkan Anak di Pesantren?

Santri di Pesantren

 

Apa yang Terbayang di Pikiran Anda Bila Harus Menyekolahkan Putra/Putri Tercinta di Pesantren?

  • Khawatir anak kelaparan?
  • Nanti kalau kuper gimana? Nggak bisa bergaul sama dunia luar
  • Takut kudisan, pulang-pulang dekil, nggak terawat
  • Kasian nanti stress, terlalu banyak hafalan dan ilmu yang harus dipelajari sementara waktu istirahatnya hanya sedikit
  • Mau kerja apa nanti kalau bisanya cuma ngaji aja?
  • Takut ah, nanti keluar-keluar malah beringas, karena di dalam pesantren nggak pernah ketemu sama lawan jenis
  • Nggak deh, nanti pulang-pulang jadi serba ceramahin ibu bapaknya, serba haram semuanya
  • Kangen, sepi kalau nggak ada anak-anak di rumah

Dan sederet kekhawatiran lain yang kerap kali bikin maju mundur untuk menyekolahkan anak di pesantren.

Maju-mundur Menyekolahkan Anak di Pesantren

 

menyekolahkan anak di pesantren
in Dien I’m in Love | pic. @rachidnl on Unsplash

Tepatkah Menyekolahkan Anak ke Pesantren?

Keinginan untuk menyekolahkan anak di lingkungan pesantren, tentu bukan pilihan yang mudah. Namun insyaAllah niat tulus itu akan menjadi berkah tersendiri untuk anak dan keluarga besar.

Banyak orangtua yang masih ragu untuk menyekolahkan anak-anaknya di pesantren. Beragam alasan muncul sebagai bentuk keraguan, di antaranya seperti alasan-alasan yang sudah diungkapkan sebelum ini.


Bekal Terbaik untuk Anak

Sebagai orangtua, Kita memiliki kewajiban memberikan bekal pendidikan yang terbaik untuk anak-anak, terlebih dalam hal agama. Zaman boleh berubah, namun prinsip dan pegangan hidup jangan sampai berubah-ubah. Dan ini hanya dapat dilakukan bila anak-anak sudah ditanamkan fondasi agama yang kokoh sejak dini. 

Keberadaan sekolah berbasis agama, khususnya pesantren akan sangat membantu Kita sebagai orangtua untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan yang lebih intens sebagai bekal masa depan anak. Apalagi di zaman yang makin sekuler dan hedonis seperti saat ini, di mana kebebasan HAM bisa menjadi suara-suara dan sorotan yang lebih diagungkan dibandingkan prinsip-prinsip ketuhanan. Ah, akan berat sekali tentunya pertentangan batin yang dimiliki seseorang tanpa landasan yang memadai dalam hal agama.

Sebagian orangtua yang menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren memiliki harapan yang sangat besar akan pemahaman keberagamaan anak-anaknya kelak. Dengan memasukkan putra-putrinya ke pesantren, diharapkan nilai-nilai dan prinsip ketauhidan yang dimiliki semakin kokoh sehingga mereka tidak mudah terbawa arus lingkungan pergaulannya. Bergaul boleh, tapi tetap ada prinsip-prinsip yang tidak bisa dilanggar.

Santri di Pesantren
Jadi Santri itu Asyik | pic. @karamat0 on Unsplash

Meski jelas tidak semua lulusan pesantren dapat dikatakan sudah benar dan sempurna perilakunya, namun tetap ada banyak hal positif yang bisa dijadikan pertimbangan untuk memasukkan anak-anak ke pesantren.

Dengan lingkungan pergaulan yang lebih heterogen, seatap dengan santri-santri yang berbeda latar belakang dan budayanya, para santri diajarkan untuk mengedepankan toleransi dalam pergaulan sehari-hari. Sehingga bila saatnya tiba, mereka diharapkan sudah lebih siap terjun ke masyarakat dengan tingkat kematangan emosi dan spiritual yang lebih tinggi dan lebih siap memberikan kontribusi maksimal untuk kehidupannya.

Menjadi Santri Bukan Berarti Menjadi Ahli Surga

Dan meski menjadi santri sama sekali bukan jaminan untuk menjadi ahli Surga, namun di pesantren, umumnya anak-anak akan ditempa dengan banyak hal yang membutuhkan kemandirian dan kematangan bersikap dan berlaku. Matang secara emosi dengan nilai-nilai ketuhanan yang  menjunjung tinggi kasih sayang untuk sesama.

Pesantren layaknya miniatur kehidupan bermasyarakat secara real, di mana para santrinya akan merasakan berbagai macam hal, mulai dari ujian kemandirian, pluralisme budaya, kesederhanaan hidup, ajaran sopan-santun yang lebih ketat dan tentu saja penguasaan ilmu-ilmu agama yang akan lebih banyak dipelajari dan dipraktekkan. Apakah ilmu itu hanya sampai di lisan atau bisa menyerap ke hati, tentu hasilnya akan berbeda bagi setiap santri.

Memutuskan pesantren sebagai pilihan sekolah terbaik untuk anak-anak Kita, pastilah tidak mudah. Bayangan akan berpisah jauh dan lama serta tidak bisa melihat perkembangan anak selama masa pendidikannya, menjadi alasan tambahan yang cukup berat bagi Kita sebagai orangtua untuk melepas buah hati tercinta.

Perempuan dan Hijab
Islam is My Way | pic. @mihaisurdu on Unsplash

Keputusan akhir ada di tangan Anda sebagai orangtua. Bagi sebagian pasangan, memasukkan anak-anak ke pesantren adalah sebagai bentuk perwujudan dari memberikan (mewakafkan) anak keturunannya agar bisa berdaya bagi kepentingan umat di sepanjang usianya dan di zamannya nanti, dengan wasilah ilmu-ilmu dan keberkahan yang didapatkannya selama menempuh pendidikan di pesantren.

Namun demikian, dari sekian banyak pesantren yang tersebar di negeri ini, Kita tentu harus bijak memilih dan menyesuaikan, tempat mana yang ingin Kita percayakan sebagai fondasi keilmuan dan keimanan anak-anak Kita kelak.

Tenang dalam Akidah yang Benar

Dan bagi sebagian besar Orangtua yang tidak menjadikan pesantren sebagai tujuan, jalur sekolah non asrama berbasis agama akan menjadi alternatif yang lebih tepat. Selain tidak harus berpisah lama dengan anak-anak, upaya menumbuhkan karakter pengasuhan yang lebih sesuai dengan keinginan orangtua juga akan lebih mudah untuk dilakukan. Walau tentu saja, jika ingin mencari ilmu agama yang lebih banyak dan mumpuni, otomatis dunia pesantren lebih tepat untuk dipertimbangkan.

Menyekolahkan anak ke pesantren
Learning is My Passion | pic. @baim on Unsplash

Apapun pilihan sekolah yang ingin dimasuki, jangan biarkan anak-anak Kita bertumbuh tanpa memiliki pegangan ilmu keagamaan yang cukup. Karena seperti yang sama-sama Kita tahu, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh, keduanya akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. 

Be The First for Them

Dan jangan pernah merasa berat untuk mengusahakan segala upaya dalam pendidikan agama anak-anak Kita, karena dari setiap harta yang kita sedekahkan untuk pendidikan anak-anak, terutama untuk pendidikan dalam menegakkan agama Allah, setiap sen-nya juga akan menjadi jariyah yang tak putus sampai akhirat nanti.

Kelak, di masa tua, Kita akan menyadari, orang pertama yang akan merasa paling beruntung dengan kehadiran anak-anak yang sholeh, tentu saja adalah Kita sebagai orangtuanya.

Jangan pernah lewatkan kesempatan untuk menabur benih kebaikan dalam setiap pendidikan dan amal sholeh yang dilakukan anak keturunan kita.

Seorang Ustadz pernah berkata,

“Selagi Kamu mampu mengajarkan huruf-huruf dan bacaan Quran yang pertama untuk anak-anakmu, jangan biarkan orang lain mengambil kesempatan itu dengan mendapatkan jariyah yang tak putus, walau hanya dari Alif-Ba-Ta nya saja.”

 

 

samara

Sharing seputar serba-serbi pernikahan, keluarga, dan parenting keluarga sakinah. Tentang bagaimana menjemput keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah dimulai dengan semua proses Menuju Halal yang baik dan diridhoi Allah. Bagaimana dalam pernikahan, setiap detiknya adalah proses pembelajaran tanpa henti. Tentang bagaimana mengantarkan anak-anak menuju masa depan yang baik, dimulai dulu dengan Kita sebagai orangtua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *