Macarin kamu
Nggak jauh beda
Dengan main ludruk
Pake nanya silsilah
Golongan Darah
Ningrat atau umum
Pak ‘e …
Bu ‘e …
Ini abad baru bukan dunia wayang
Ngomong darah biru sekarang orang ketawa
Tole, lha kwe ki sopo? (Nak, kamu ini siapa?)
Wani-wanine macari anakku (Berani-beraninya macarin anakku)
Lha piye tho? (Gimana itu?)
Wes rambute dowo (Sudah rambutnya panjang)
Badane tatoan (Badannya tatoan)
Pakeane semrawut (Pakaiannya berantakan)
Dasar Wong Edan (Dasar Orang Gila)
Kamu pasti tau lirik lagu itu kan? ^_^
Penggalan lirik lagu ‘NINGRAT’ dari grup band JAMRUD di atas, bagaikan sebuah pernyataan sekaligus kritikan yang ditujukan bagi sekelompok orang yang masih mengagungkan silsilah dan penampilan untuk menilai kepribadian seseorang, khususnya calon menantu.
Tapi apa kamu pernah bertemu atau malah mengenal sepasang suami istri dengan perbedaan yang begitu mencolok antara keduanya?
Bukan hanya dari kepribadian, tetapi juga latar belakang yang sangat berlawanan antar pasangan
Misalnya saja saat seorang lelaki tamatan SMA yang menikah dengan perempuan yang titlenya sepanjang gerbong kereta,
Atau ketika seorang perempuan yang biasa-biasa saja menikah dengan lelaki dari keluarga ningrat,
Pun saat seorang lelaki yang gemar berjudi dan mabuk tetiba menikahi seorang perempuan yang sangat alim,
Begitu pun dengan berondong yang menikah dengan sesosok wanita paruh baya.
Tanpa bermaksud kepo apalagi ingin menjudge rumah tangga orang lain, bagaimana pandanganmu secara sekilas akan hal-hal ini?
- Timpang?
- Nggak Nyambung?
- Atau jangan-jangan kamu malah berpikir, pasangannya sudah dipelet? – Wkwkwkwk –
- Dan yang kalem dan positif thinking akan bergumam: “Namanya juga jodoh”
BIBIT, BEBET, BOBOT
Ada alasannya mengapa orangtua-orangtua kita menyarankan untuk melihat secara seksama perihal Bibit, Bebet, dan Bobot dari calon pasangan yang akan dinikahi.
Ada begitu banyak faktor yang bisa dijadikan pertimbangan:
- Bagaimana keluarganya? Anak dari siapa? Apa profesi kedua orangtuanya? Seperti apa cara orangtua membesarkan dan mendidik anak-anaknya
- Seperti apa cara ia berpenampilan, berperilaku, dan membawa diri
- Bagaimana kualitas dan kepribadian calon pasangan, termasuk di antaranya: kesempurnaan fisik, riwayat kesehatan dari keluarga besar, tingkatan pendidikan, status sosial dan kemapanan, pekerjaan, pemahaman akan agama dan masih banyak lagi hal lainnya
Karena setiap orang berharap menikah hanya sekali seumur hidup, jangan sampai membeli kucing dalam karung, terbuai pesona sesaat, promosi berlebihan dan janji-janji palsu.
Yah, maklum, namanya juga anak muda yang sedang dimabuk kepayang. Kalau belum hilang cinta, logika nggak akan bermain.
KAFAAH (SEPADAN), SEKUFU
Islam sendiri memiliki tuntunan yang mengatur kita dalam memilih pasangan hidup yang akan menemani setiap langkah kita, tidak hanya di dunia tapi juga sampai di akhirat nanti.
Beberapa Ulama menekankan pentingnya KAFAAH (kesepadanan/ kesetaraan) antara laki-laki dan perempuan, sekufu. Semakin banyak hal yang setara, semakin baik, semakin melanggengkan pernikahan.
Dengan pertimbangan, akan lebih mudah bagi kedua pasangan untuk saling menyesuaikan diri satu sama lain di tengah gempuran problematika rumah tangga yang siap menghadang. Karena pasangan yang sekufu, lebih mudah mengenali pribadi masing-masing.
Batasan sekufu yang disyaratkan Ulama berbeda-beda, mulai dari status kemerdekaan, nasab (garis keturunan), tingkat pendidikan, kekayaan, usia, status sosial kemasyarakatan, sampai agama.
Meski ada perbedaan pendapat dalam menilai kriteria kafaah, tetapi para ulama sepakat jika agama adalah hal yang mutlak untuk dijadikan kriteria dalam memilih calon pasangan.
Dan walaupun kamu sudah menentukan baik-baik batasan sekufu yang ideal menurutmu, ada hal lain yang tak kalah pentingnya. Suami istri ibarat pertemanan abadi di mana keduanya saling bergandengan tangan dan siap melangkah bersama, berpindah dari satu rangkaian takdir ke takdir lain dengan kapasitas yang dimiliki bersama.
Idealnya, jika ingin terus melangkah maju, maka bekal yang harus disiapkan pun perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Yang kerap kali jadi masalah, ketika salah satu mulai enggan untuk meng-upgrade value dirinya, membiarkan pasangan maju dan berkembang sendiri. Atau justru salah satu merasa puas untuk maju sendiri tanpa melibatkan pasangan. Walhasil, yang semula nampak sepadan di awal, lama-lama semakin berjarak dan menjadi tidak relevan bagi masing-masing untuk terus bersama dan tetap melangkah pada 1 tujuan yang sama.
Betapa pernikahan nampak seperti jalan panjang yang penuh kelak-kelok ya …
TAQWA: SEBAIK-BAIK BEKAL DAN TEMAN SEPERJALANAN
Seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ اَتْقكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian.”
-Q.S. Al-Hujurat:13-
Pilihlah yang beragama, insyaAllah kamu bahagia. Pilihlah yang takut pada Tuhannya, insyaAllah kamu akan selamat dunia akhirat. Karena ketaqwaan itu berbekas, bisa dilihat dan dirasakan dari perilaku sehari-hari. Membuat orang-orang di dekatnya merasa aman dan nyaman.
تُنْكَحُ الْمَرْاَةُ لِاَرْبَعٍ لِمَا لِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena 4 hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah yang kuat agamanya tentu kalian akan sangat beruntung.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Begitu pun halnya dengan lelaki, lihatlah lelaki dari agamanya. Lelaki yang bertaqwa, akhlaknya mulia, terhormat, dan berkepribadian lurus. Yang jika ia menggauli pasangannya, maka akan memuliakan dan memperlakukan dengan sebaik-baik perlakuan. Dan jika ada hal yang tidak disukai dari pasangannya, maka ia tidak akan menzholiminya.
Aisyah RA berkata: “Pernikahan ibarat pengabdian yang sifatnya terus-menerus. Maka salah seorang dari kalian hendaklah melihat di mana ia akan meletakkan kemuliaannya.”
One thought on “Mana yang Benar? Sekufu atau Bibit, Bebet, Bobot?”