Tips Memilih Pasangan yang Tepat
Secret Room

Jangan Asal Bersih! Rahasia di Balik Mandi Wajib yang Perlu Kamu Ketahui.

 

[caption id="attachment_963" align="aligncenter" width="300"]Tips Memilih Pasangan yang Tepat moslem couple by freepik.com[/caption]

Junub : Berjalanlah ke Jaanib (sisi lain)

– sisi lain dari memandang kenikmatan yang terjadi antara 2 insan – 

 

Dilansir dari kitab Al-Fathul Mubin, karangan Imam Al-Sya’rani, tentang Rahasia Memahami Rukun Islam Lebih Dalam.

Dikatakan bahwasanya junub pada hakikatnya adalah keberjarakan dan ketersingkirkan dari hadirat sifat-sifat Allah Yang Maha Agung.

Kata junub itu sendiri berasal dari ungkapan: “Berjalanlah ke jaanib (ke sisi lain).”

 

Hubungan biologis adalah perbuatan yang tidak Allah lakukan dan Dia mensucikan Diri-Nya dari tuduhan manusia yang menisbahkan perilaku itu kepada-Nya.

Junub adalah hubungan suami istri yang hanya terjadi dengan persetubuhan keduanya, baik dalam keadaan terjaga maupun tidur, dan Tuhan adalah Zat Yang Esa tanpa pasangan.

 

Karena itu, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk membasahi dan menyucikan seluruh anggota tubuh agar badan dan hati diringankan dari beban junub yang merupakan keberjarakan terjauh dari sifat-sifat Allah Yang Maha Esa dan Tidak Berpasangan. Ini adalah sekaligus sebagai upaya mengembalikan kemanusiaan seorang hamba.

 

Ketika seorang hamba telah menyucikan kemanusiaannya, ia kembali layak memasuki wilayah keharibaan Allah Yang Maha Esa dan Maha Benar serta mendaras kitab suci-Nya.

Karena kesucian lahiriah akan menjalar kepada kesucian batin. Mensucikan kembali hati dari kuasa syahwat yang melingkupinya saat berada dalam puncak kenikmatan, kondisi yang membuatnya lupa dari segala sesuatu dan lalai dari mengingat-Nya. Karena hanya orang-orang Saleh dan para Nabi dan Rasul sajalah yang sekejab pun hatinya tak pernah lupa dari mengingat Allah.

 

Orang yang junub ditamsilkan seperti orang yang tengah menghadap Raja yang sedang memandanginya. Orang itu tiba-tiba merasa mulas dan bergegas memenuhi hajatnya dengan berlari menuju kamar kecil, meninggalkan ruang pertemuan tanpa izin dan lebih mementingkan pelampiasan demi kebutuhan diri sendiri ketimbang Sang Raja. Ia bahkan sama sekali lupa kepada Sang Raja. 

 

Ketika akan kembali dan memasuki ruang pertemuan, ia melangkah dengan malu. Karena itulah ia berusaha keras membersihkan dirinya dengan segala macam cara yang diketahuinya, demi menutup celah dan cacat perilaku yang telah diperbuatnya.

 

Demikian halnya junub. Kala membasuh seluruh anggota tubuh, ia mesti berniat untuk mensucikan dan membersihkan diri dari segala hal yang pada hakikatnya menjadi sebab keberjarakannya dari Allah SWT.

 

Berniat dalam setiap basuhan saat Mandi Junub

 

Barangsiapa menginginkan Tuhannya, wajiblah ia ketika membasahi tangan untuk berniat menyucikan tangannya dari segala perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Allah serta mencegah tangannya dari perbuatan yang memperlebar jarak antara dia dan Tuhannya.

 

Saat berkumur-kumur, ia wajib berniat menyucikan dan membersihkan mulutnya dari ucapan yang keji dan buruk. Dengan demikian, lidah dan mulutnya menjadi pantas berzikir kepada Allah Yang Maha Suci, Maha Tinggi Lagi Maha Luhur.

Ketika menghirup air wudhu dengan hidung lalu mengeluarkannya, ia wajib berniat menghirup aroma keindahan Dzat yang dicintainya dengan merasakan rasa rindu di dalam dada.

 

Kala menyela-nyela rambut maupun janggut, ia wajib berniat membebaskan diri dari tangan-tangan yang menguasai dan dapat menjerumuskannya dari tingkat tertinggi menuju jurang terdalam serta dari segala pemandu menuju selain Allah.

Seperti disebutkan dalam Al Quran: “Orang-orang yang berdosa dikenali dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (Q.S. Ar-Rahman : 41).

Saat membasuh kepala, berniat melenyapkan nafsu dan rasa haus akan kekuasaan. Saat membasahi wajah, berniat menyucikan wajah dari kekerasan, mengembalikan kendali diri menuju ketaatan kepada Allah, dan mengarahkan jiwa untuk semakin mendekat pada-Nya.

 

Saat membasahi kedua mata, berniat untuk menyucikan kedua mata dari pandangan kepada hal-hal makruh dan kepada selain Allah. Saat membasahi leher, berniat untuk membebaskan diri dari belenggu penghambaan kepada segala sesuatu selain Allah.

 

Saat membasahi anggota tubuh bagian kanan dan kiri, berniat untuk menyucikan diri dari sikap mengesampingkan Allah dan berniat untuk bersandar hanya kepada-Nya.

 

Saat membasahi punggung, berniat untuk menihilkan kebergantungan kepada selain Allah dan membuang seluruh keangkuhannya. Saat membasahi dada, benamkan tekad untuk melenyapkan hasrat akan menepuk dada sendiri pada panggung-panggung publik dan membuang keinginan untuk membusungkan dada, mencari nama di antara hamba-hamba Allah, meraup pujian, acungan jempol dan tepuk tangan, serta membuang kecurangan dan keculasan dari dadanya.

 

Saat membasahi perut, berniat untuk menyucikan diri dari konsumsi haram maupun syubhat, menepis keraguan yang bersarang dalam kalbu, serta menghalau sifat-sifat merusak yang tersembunyi rapi di dalam relung hati.

 

Saat membasahi bagian belakang bawah dan paha, berniat untuk menyucikan diri dari duduk-duduk maupun kelambanan untuk bangkit kepada hal-hal yang Allah ridhai.

 

Saat membasahi kedua kaki dan betis, berniat menyucikan diri dari langkah menuju keburukan dan nafsu serta melepas rantai kemalasan saat datang panggilan kebaikan.

 

Bila setiap basuhan pada anggota tubuh diniatkan sedemikian rupanya untuk kesucian jiwa, siapa pun setelahnya akan bersih lahir-batinnya dan lebih mudah mendapatkan manisnya iman dan ampunan, terlepas dari kegundahan yang mendekap. Bersiap menerima tajalli Allah dalam hatinya. Karena sesungguhnya, menjaga adab lahir sama halnya dengan menjaga adab batin, yang akhirnya bertujuan untuk menerima cahaya Allah lebih dekat.

Read More
Kasmaran Menuju Halal

5 Type Pasangan yang Sebaiknya Kamu Hindari

Pikir-pikir Dahulu, Pilah-pilih Kemudian!

[caption id="attachment_963" align="aligncenter" width="300"]Tips Memilih Pasangan yang Tepat moslem couple by freepik.com[/caption]

Memilih pasangan yang tepat, memang gampang-gampang susah. Yakin deh, setiap pasangan yang menikah, pasti menginginkan pernikahan yang langgeng, samawa, dan hanya terjadi sekali seumur hidupnya.

 

Terkecuali Kamu yang berwajah rupawan dan memiliki sejuta kelebihan yang membuatmu selalu menjadi incaran bagi lawan jenis, bagi sebagian orang dengan wajah dan modal yang ala kadarnya, mendapatkan pasangan bukanlah sebuah pilihan, melainkan kesempatan, yang boleh jadi tidak akan datang untuk kedua kalinya.

Pun untuk mereka-mereka yang terpojok dengan usia. Kalimat ‘Siapa aja deh’ menjadi jawaban yang super umum demi meredakan kicauan kerabat, sanak saudara dan juga tetangga kanan kiri.

 

Pemikiran akan pernikahan yang bernilai ibadah serta minimnya pengetahuan akan beratnya kehidupan pernikahan yang akan dijalani nantinya, acapkali menjadi  hal tersendiri yang membuat calon mempelai luput untuk memperhatikan hal-hal penting dan mendasar mengenai pribadi pasangan.

 

Sesederhana ucapan: “Aku mencintai dan menerimamu apa adanya, lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirimu.”

Ucapan yang ada kalanya menjadi boomerang, di saat pasangan setia dengan kekurangan, kelemahan, dan hal-hal negatif yang dimilikinya tanpa mau bersusah payah mengupayakan untuk bertumbuh dan berjuang bersama pasangan.

 

Hidup sendiri memang melelahkan, tapi kebayang kan bagaimana rasanya hidup bersama pasangan yang setiap saatnya membuatmu lelah dan tak sempat rebah.

 

Dan seperti halnya Kita, pasangan yang nantinya mendampingi Kita pun bukanlah makhluk sempurna. Namun demikian, bukan berarti setiap ketidaksempurnaannya membuat Kita sedemikian pasrah menerima nasib begitu saja, apalagi jika menyangkut prinsip dan etika yang mendasar dalam berumah tangga.

[caption id="attachment_369" align="aligncenter" width="200"]Rumah Tangga Sakinah Jalan Panjang Menuju Sakinah[/caption]

 

Setidaknya, kelima hal berikut bisa menjadi tolak ukur lebih lanjut untukmu sebelum mengikat dan mengukir janji suci dengan calon pasangan:

5 Type Pasangan yang Sebaiknya Kamu Hindari, jika ingin tidurmu lebih nyenyak.

  1. Si Doyan Minum
  2. Si Gemar Berjudi
  3. Si Paling Jago Selingkuh
  4. Si Paling Merasa Kurang
  5. Si Paling Rambo

 

Si Doyan Minum a.k.a Pemabuk

Meski beberapa orang memiliki dan tetap memelihara kebiasaan minumnya dengan dalih tidak pernah sampai bermabuk-mabukan, well hal demikian tentu sudah bisa menjadi catatan sendiri untukmu.

Bersediakah Kamu menjalani kehidupan yang panjang bersama Dia, yang sebentar-sebentar minum? Kegiatan yang bisa menjadi alternatif untuknya healing di kala penat dan pelarian di kala senap.

Dan bicara soal pasangan, tentu tidak lepas dari mencari orangtua terbaik bagi anak-anak Kita. Siapkah Kamu jika isi lemari dan pernak-pernik di atas meja berganti dengan botol-botol minuman beraneka jenis?

Belum lagi dengan mengedepankan nilai-nilai agama yang berlandaskan Quran dan Sunnah. Sumber yang jelas-jelas menyebutkan pelarangan minuman keras bagi mukminin.

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. “ (QS. Al-Maidah ayat 90).

Bukan saja berbahaya bagi kesehatan, tapi lebih jauh lagi alkohol bisa membuat orang kehilangan akal, lupa diri, lupa keluarga, lupa segalanya. Begitu sadar, lupa juga apa yang telah dilakukannya saat mabuk. Namanya juga orang mabuk.

 

Si Gemar Berjudi

Penjudi paling ulung sekali pun, akan kalah peruntungannya dari bandar. Tentu saja, Bandar mana yang mau rugi?

Makin banyak harta yang dipakai untuk berjudi, makin semangatlah bandar menghabiskan setiap harta para penjudi dengan berbagai tipuannya. Tidak akan berhenti sebelum membuat para penjudi pemula menjadi kecanduan.

Dan seperti halnya orang yang kecanduan obat-obatan terlarang, seluruh harta siap dikorbankan demi memuaskan kebutuhannya akan judi.

Mula-mula pakai uang sendiri, lama-lama pakai uang sana-sini. Yang seharusnya dibelanjakan untuk keperluan keluarga, lama-lama habis di meja judi.

Mula-mula cuma merugikan keluarga, lama-lama teman dan setiap kenalan akan dimintai ‘pertolongan’ untuk ‘memenuhi kebutuhan pribadi dan juga keluarganya.’ Dan ironisnya, seringkali ketika Kita bertemu dan menolong para pecandu ini, sebenarnya bukan dirinya dan keluarganya yang sedang Kita tolong, melainkan kebutuhan judinya yang teratasi melalui ‘pertolongan’ Kita.

Bahkan saking mirisnya kehidupan penjudi ini, sampai-sampai ada suami yang tega untuk menjual pasangannya demi menuruti hawa nafsunya untuk bisa tetap berjudi. Harta ludes, sikat yang ada. Ironi.

Sepandai dan sekaya apapun seorang penjudi, yang namanya judi hanya akan membuat seseorang semakin jauh dari akal sehatnya, jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman.

Masih mau mendampingi yang seperti ini?

 

Si Paling Jago Selingkuh

Manusia mana sih yang mau diselingkuhin? 

Sebagian orang menilai, kebiasaan calon suami/ istri untuk selingkuh di masa-masa pranikah sebagai indikasi dari rapuhnya komitmen yang akan dimiliki pasangan setelah menikah kelak. Mereka yang meyakini, jika yang halallah yang lebih berkah.

Sementara sebagian lagi menganggap, selingkuh di masa perkenalan/ pendekatan atau apapun istilah yang Kamu suka, hanyalah sebagai intermezo, selingan di saat menjalin hubungan bersama pasangan. Selama janur kuning belum melambai, selama itu juga Kamu bebas bersama dengan siapa pun.

Disadari atau tidak, orang-orang yang terbiasa berselingkuh memiliki kecenderungan untuk berada pada situasi yang akan melegalkan mereka untuk berbohong, menyimpan diam-diam kondisi yang sebenarnya terjadi dan sampai dengan pengabaian terhadap orang-orang terkasih.

Lebih hebatnya lagi, seorang peselingkuh bisa secara sadar meminta pasangannya untuk memaklumi kelakuanya yang diakui hanya sebatas selingan dan musiman.

Jangan sampai deh, Kita terjebak dalam hubungan toksik yang memaksa Kita menerima semua belaian manja dan bujuk rayu peselingkuh.

 

Si Paling Merasa Kurang

Jika ada orang lain yang bisa membuatmu merasa tidur tak nyenyak, makan pun tak enak, tidak lain adalah pendamping yang boros dan selalu merasa kurang. Merasa kurang bukan karena uang yang tak cukup, tapi karena keinginan yang selalu membumbung tinggi.

Gadget lama belum lagi lunas, sudah sibuk mencari gadget baru. Pertengahan bulan selalu diisi dengan gali lobang tutup lobang.

tips mengatur keuangan ibu rumah tangga

Dompet penuh terisi dengan tumpukan kartu kredit yang jatuh tempo. Belum cukup dengan itu, satu per satu teman dan kerabat sibuk diteror dengan mafia penagih hutang dari pinjol ilegal.

Hmmm,, kebayang ya seperti apa Neraka yang bisa Kamu rasakan setiap harinya.

 

Si Paling Rambo

Emak-emak tahun 90-an pasti kenal yang namanya Rambo. Mengandalkan kekuatan fisiknya untuk menyerang lawan. Jantan sih, tapi jelas salah kalau digunakan untuk sekedar unjuk kekuatan di dalam keluargamu.

Seringan apapun Kekerasan Dalam Rumah Tangga, besar dampaknya bagi si penerima luka. Dan bukan hanya penerima luka yang menjadi korban, melainkan juga mereka-mereka yang melihat setiap pertunjukan itu di setiap waktunya.

Masa depan seperti apa yang ingin dihadirkan dari setiap trauma kekerasan verbal maupun non verbal dalam rumah tanggamu?

 

Think Twice, Honey!

 

Jika Kamu bertemu dengan salah satu atau beberapa tipe dari kelima hal di atas, ada baiknya Kamu memikirkan kembali setiap langkah yang akan Kamu ambil ke depannya.

 

Kalau kata orang-orang nih:

“You deserve to be better.”

“Cinta boleh, bodoh jangan!”

“Sebelum segala sesuatunya terlanjur.”

 

Sebelum Kamu berkata Kamu siap menerima berbagai kondisi di atas dan meyakini sepenuhnya jika setiap orang bisa berubah ke arah yang lebih baik, percayalah, sudah ada Kamu-kamu yang lain sebelumnya, yang selalu berharap pasangannya bisa berubah setelah menikah, setelah punya anak, bahkan setelah kakek-nenek.

[caption id="attachment_397" align="aligncenter" width="300"]Divorce Haruskah Berpisah?[/caption]

Orang-orang yang sama, yang pada akhirnya menyadari, jika tidak ada seorang pun yang bisa mengubah kecenderungan pasangannya kecuali atas keinginan kuatnya sendiri untuk berubah.

 

Karena Kita bukan Tuhan, yang bisa sekehendaknya membolak-balik hati manusia.

Dan bahkan Tuhan pun tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubahnya sendiri.

 

Read More
Persiapan Akad Nikah dan Resepsi
Menuju Halal

AKAD DAN RESEPSI PERNIKAHAN: ANTARA STATUS, FOYA-FOYA, DAN KEINGINAN MEMPELAI

[caption id="attachment_915" align="aligncenter" width="300"]Tips Mempersiapkan Pernikahan Tanpa Pusing unsplash.com/@micheile[/caption]

Titik Rawan Menjelang Pernikahan

Jika Kamu dan Pasangan kerapkali dihadapkan pada beberapa situasi yang mencengangkan, aneh dan tak biasa selama masa perkenalan kalian berdua, boleh jadi, masa-masa selama Kamu dan Pasangan mempersiapkan langkah ke jenjang yang lebih serius akan menjadi masa yang paling mencekam, mengharu-biru, dan meng-‘euuhhh’, saking tak sanggupnya lagi Kamu berkata-kata. 

 

Menuju Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah

Sudah Mantap, dengan Pilihanmu?

Penjajakan yang tidak sebentar nyatanya belum cukup kuat untuk menjadi pijakan bagi kedua calon mempelai untuk saling memahami satu sama lain dan membuat keputusan yang sama-sama melegakan bagi semua pihak.

[caption id="attachment_442" align="aligncenter" width="300"]Mitsaqan Ghaliza Sehidup Sesurga Denganmu[/caption]
[caption id="attachment_529" align="aligncenter" width="300"]Artikel Keluarga dan Parenting Islam Baiti Jannati[/caption]

Goodbye to My Single Time

Belum juga memasuki gerbang pernikahan, kedua mempelai dan bahkan keluarga besar acapkali tersandung beberapa hal unpredictable yang sangat mungkin terjadi sesaat menjelang pernikahan.

 

Apalagi jika sudah berurusan dengan segala macam pernak-pernik dan tetek-bengek pernikahan. Yang satu mau begini, yang lain inginnya begitu.

 

Terbukti, tidak sedikit pasangan yang gagal menikah karena adanya kesalahpahaman yang berujung konflik selama persiapan pernikahan. Entah itu dari sisi kedua mempelai sendiri atau malah hambatan datang dari keluarga besar yang tidak diduga-duga sebelumnya.

 

Membicarakan kelangsungan akad dan bagaimana caramu merayakan pernikahan bersama pasangan dengan kepala dingin, memang gampang-gampang susah.

 

Gampang sih, kalau keinginan masing-masing bisa bertemu dalam 1 jalan dan ujung yang sama.

 

Menjadi sulit, jika satu sama lain saling bersikukuh dengan opini, pendirian, dan impian masing-masing.

 

Ditambah dengan banyaknya masukan dan kompromi yang bertebaran saat Kamu dan pasangan lagi ‘tegang-tegangnya.’ (Siapa yang nggak tegang dan nervous, menjelang hari yang dinantikan seumur hidupnya.)

 

Lain orang, tentu lain pemikiran. Dan tentu saja apa yang baik menurut mereka belum tentu akan sama baiknya untukmu dan pasangan.

 

Saat Orang bijak berkata:

Sebagai seorang wanita, mudahkanlah dalam mahar dan pelaksanaan pernikahan.

Dan sebagai seorang lelaki, berikanlah mahar terbaik semampu yang Kamu bisa.

 

Saat yang sama, jika saja kedua hal tersebut, ada dalam pemikiran masing-masing mempelai dan keluarga besarnya, mungkin ceremony Akad dan Resepsi pernikahan tidak sampai menjadi hambatan tersendiri bagi kedua mempelai.

 

Dan bukan malah menjadi hal yang saling aji mumpung, saling mencari celah dan kesempatan dalam kesempitan untuk menjadikan pernikahan sebagai sarana meraup keuntungan sebesar-besarnya.

 

Bukan juga menjadi paradigma terbalik, di mana si lelaki lebih memilih perempuan yang mau diajak bersusah-susah, dengan pemberian mahar yang bahkan semurah-murahnya dengan dalih tidak adanya kewajiban bagi lelaki untuk menyenangkan hati calon mempelainya sebelum akad.

 

Atau malah menjadikan pihak wanita lebih sibuk menyortir barisan lelaki berdompet tebal demi menaikkan kepantasan dirinya di hadapan kerabat dan masyarakat, dibanding menilai kepantasan pribadi si lelaki untuk menjadi Imam sekaligus teman sehidup semati yang juga adalah cikal-bakal bibit keimanan, kemandirian dan kematangan buah hatinya kelak.

 

Mulakan dan muliakan dengan mahar. Penentu sekaligus pembatas, yang membedakan antara hubungan lawan jenis biasa dengan ikatan sah berlandaskan akad suci ijab dan qabul. Sekaligus sebagai prasyarat kerelaan seorang wanita untuk melepas masa lajangnya dan memasuki gerbang pernikahan bersama lelaki yang siap Ia dampingi lahir batin, dunia akhirat.

 

 Seperti apa, pernikahan impian versi Kamu?

 

[caption id="attachment_913" align="alignnone" width="200"]Persiapan Akad dan Resepsi Pernikahan @kilarov345 on Unsplash[/caption]

Dania, F,

Single, 26 yo, Womenpreneur.

Pernikahan Impian:

Intimate Wedding,

Hanya dihadiri keluarga inti dari masing-masing mempelai dan beberapa teman dekat.

Prinsip Dania, pernikahan adalah moment sakral yang seharusnya hanya dinikmati oleh kedua mempelai, keluarga inti dan beberapa kerabat serta rekan-rekan terdekat, yang sulit dilepaskan kehadirannya dalam keseharian hidup mereka berdua.

[caption id="attachment_910" align="alignnone" width="199"]Akad dan Resepsi Pernikahan Charlie Green on Unsplash[/caption]

Milan, M,

Single, 34 yo, Private Employee.

Pernikahan Impian:

Karena meyakini pernikahannya yang memang hanya untuk sekali seumur hidup, Milan memilih memaksimalkan usahanya untuk event sekali seumur hidup ini.

Bukan pernikahan yang ala kadarnya, dan bukan juga pernikahan ala-ala Sultan dan Sosialita.

Satu hal yang pasti dalam pernikahannya, haruslah pernikahan yang tanpa utang.

[caption id="attachment_911" align="alignnone" width="199"]Pernikahan Impian unsplash @jonasjaekenmedia[/caption]

Kenandra, M,

Single, 27 yo, Profesional.

Pernikahan Impian:

Akad & Resepsi diserahkan sepenuhnya kepada pihak mempelai perempuan.

Kenan meneruskan legitimasi kedua orangtuanya dulu, di mana pelaksanaan resepsi pernikahan cenderung menjadi wewenang dan hajatan spesial bagi keluarga dari mempelai wanita.

Hal yang lazim menurutnya, di mana pihak lelaki akan menyerahkan sejumlah uang kepada keluarga mempelai wanita, dan selebihnya (kurang atau lebihnya) menjadi tanggungan sekaligus wewenang sepenuhnya pihak wanita.

Read More
Alasan Kenapa Kamu Belum Menikah Juga
DJOPPY : Jomblo Manis yang Pingin Happy

Alasan Kenapa Kamu Belum Menikah Juga?

Kenapa Kamu Belum Menikah Juga?

Kata Kamu, Kata Dia, dan Kata Mereka

Zaman orangtua Kita dulu, umur 25 tahun belum menikah dianggap sudah nggak laku, WARNING!, tanda-tanda masa pamormu mulai meredup.

Gimana engga? Karena seperti yang sama-sama Kita tahu, banyak dari orangtua Kita yang sudah menikah di usia belasan tahun.

Dan kini, seiring bergesernya nilai-nilai budaya serta cara pandang kawula muda yang lebih modern, sebagian di antaranya tidak lagi memprioritaskan pernikahan sebagai langkah penting yang harus dicapai sesegera mungkin.

Sebagian berpikir:

Untuk apa menikah, jika belum mapan dan belum sanggup berdiri di atas kaki sendiri, yang ujung-ujungnya malah menyusahkan keluarga besar, menjadikan teman dekat dan kenalan sebagai ban serep untuk setiap kesulitan yang belum mampu Kita hadapi.

Daripada pusing memikirkan pertanyaan dan tuntutan dari orang lain seputar: “Kapan Kawin?” atau “Kenapa Kamu Belum Menikah Juga?” yang membuat Kita akhirnya menganggap dan menjadikan pernikahan sebagai 1 bagian dari siklus hidup yang wajib dilalui, tanpa melihat ribuan tanggung jawab yang menyertainya, kenapa nggak coba memantaskan diri dulu dengan sebaik-baiknya?

 

-Nikmatin Aja-


Ibu

Kapan Ibu bisa nimang Cucu dari kamu? Ibu udah pingin banget punya cucu lagi

 

 

 

 

 

Tetangga Oh Tetangga

Kenapa Kok Nggak Nikah-nikah?

TRAUMA??

Temen Sekantor

Semua orang yang Gue kenal udah pada nikah, Emang Lu nggak kepengen kaya Kita-kita?

ex-

Elu masih belum bisa move on juga dari Gue?

Kata Orang Jodoh itu di Tangan Tuhan


Kata Gue: Kalau emang jodoh itu di tangan Tuhan, kenapa mereka nggak nanya ke Tuhan tentang siapa jodoh Gue dan kapan Gue bakalan ketemu sama dia yang ada di tangan-Nya.

[caption id="attachment_417" align="aligncenter" width="300"]Kenapa Kamu Belum Menikah Juga Jomblo Happy[/caption]

Rangga, 29 tahun

-tokoh ini hanya fiktif belaka-

Kesibukannya dalam membangun karir menempatkan Rangga pada situasi yang mau nggak mau, suka nggak suka, jadi serba ‘Asik Sendiri.’

Bukannya tidak ada usaha yang Rangga lakukan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Namun kata-kata ‘SERIUS’ memang masih jauh dari pikiran Rangga.

Ketertarikannya masih berkisar pada fase mengejar kemapanan semuda mungkin, apalagi begitu menyadari ketertinggalannya dari teman-teman sebayanya.

#diaryRangga

[caption id="attachment_249" align="aligncenter" width="300"]Jomblo Happy Biar Jomblo yang Penting Happy[/caption]

Bima, 35 tahun

-bukan nama sebenarnya-

Sebagai anak tunggal yang tinggal dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang biasa-biasa saja, Bima mengerti betul bagaimana sebagai seorang Janda, perjuangan sang Ibu tak pernah ada ujungnya. Meski peluh terus mengucur di tengah kelelahan yang tak berkesudahan, Ibu masih harus melangkah tanpa ragu.

Bima mungkin masih lebih beruntung dibanding anak-anak lain yang senasib dengannya. Masih ada Pak De dan Bu De yang selalu sigap mengulurkan tangannya untuk membiayai keperluan sekolah Bima. Meski tak seberapa, cukuplah untuk melepas penat Ibu barang sesaat 2 saat.

Begitu besarnya perjuangan Ibu membesarkan Bima di tengah keterbatasannya, lantas bagaimana mungkin Bima tidak terpikir untuk membayar kembali semua jerih payah Ibunda tercinta dengan kesenangan dan kebahagiaan di masa tuanya?

Begitu lulus kuliah, fokus Bima hanya 1, cari uang sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan perekonomian keluarga, setidaknya mengembalikan harga diri Ibu yang dulu kerap terinjak-injak dan dipandang sebelah mata oleh orang-orang sekitarnya.

#rumahIbudanBima 

[caption id="attachment_243" align="aligncenter" width="300"]Single lillah Single lillah[/caption]

Arum, 39 tahun

-juga bukan nama sebenarnya-

Lain Rangga dan Bima, lain lagi Arum.

Di usianya yang kini menginjak 39 tahun, Arum masih saja sendiri.

Sebenarnya bukan Arum tidak ingin menikah. Bukan juga karena patah hati berkepanjangan.

Tapi entah kenapa, setiap kali mulai berkenalan dengan lawan jenis, selalu saja ada hal yang membuat ‘tidak sreg’.

Entah karena ternyata si Dia yang sudah beristri,

atau karena Ibu/ Bapak yang tidak setuju (Ibu setuju, Bapak tidak setuju, atau sebaliknya),

atau karena Dia yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar,

atau bahkan keengganan datang dari sisi Arum sendiri yang masih saja maju-mundur setiap kali merespon lelaki yang datang menghampiri.

Kalau kata Pak Tuo di kampung, Arum ini harus berkenalan dengan 10 orang lelaki dulu, baru kemudian bisa mendapatkan jodoh yang tepat.

Untungnya Bapak dan Ibu bukanlah orang yang mudah percaya dengan apa kata orang.

“Selama Kita punya Allah, percaya saja dengan takdir yang telah Dia siapkan untuk Kita.” Begitu selalu Ibu berucap.

#mengHarumbersamaIbu&Bapak

-IBUku-

Kamu itu bukan tidak ingin menikah, bukan juga karena masih ada banyak hal yang ingin Kamu upayakan untuk menyenangkan hati Ibu.

Kamu itu, cuma belum bertemu saja dengan Dia.

Dia yang akan membuat Kamu bertekuk lutut.

Dia yang mampu membuat duniamu terbolak-balik menjadi dunianya.

Dia yang mampu menjadikan Siang dan Malammu cuma buat Dia.

Sebelum nantinya Kamu jatuh cinta, pastikan Dia adalah orang yang tepat untuk semua usaha dan pengabdian cintamu.

Nikah itu Personal

Antara Aku, Kamu, dan Dia sang pemilik takdir.

Bukan sebatas cinta yang geloranya bisa menguap sewaktu-waktu,

tapi juga berbalut rambu-rambu Hak dan Kewajiban dalam bingkai Sakinah, Mawaddah, wa Rohmah.

Yang Penting Yakin

Setiap Rumah Tangga, ada Rizkinya

Ada yang memilih menikah di usia muda dan percaya jika Allah akan memampukan setiap hamba-Nya dalam pernikahan, selama hamba-Nya tidak putus usaha dan tawakal untuk setiap takdir-Nya.

[caption id="attachment_697" align="alignnone" width="300"]Bagaimana Cara Menjadi Ayah yang Baik My Dad My Hero[/caption]

 

Yang Baik untuk Yang Baik

Karena Pernikahan Bukan Main-main

Ada yang memilih untuk berusaha dan memantaskan diri dulu sebaik-baiknya sebelum tiba saatnya memutuskan serius dalam Akad Nikah.

[caption id="attachment_693" align="alignnone" width="200"]Menuju Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah Halal is My Way[/caption]

 

 

Mohon Doanya

Antara Sayang dan Sarkasme kadang beda-beda tipis

Ada juga yang karena sudah merasakan bahagianya berumah tangga, jadi tak hentinya meng’gojlok’ para Jomblo dengan gurauan, “Kapan Nikah, keburu kiamat ntar, masih Jomblo aja.”

[caption id="attachment_705" align="alignnone" width="300"]Kebaikan itu Menular Senyummu untuk Bahagiaku[/caption]

 

 

Read More
Santri di Pesantren
Parenting Sakinah

Masih Ragu, Menyekolahkan Anak di Pesantren?

 

Apa yang Terbayang di Pikiran Anda Bila Harus Menyekolahkan Putra/Putri Tercinta di Pesantren?

  • Khawatir anak kelaparan?
  • Nanti kalau kuper gimana? Nggak bisa bergaul sama dunia luar
  • Takut kudisan, pulang-pulang dekil, nggak terawat
  • Kasian nanti stress, terlalu banyak hafalan dan ilmu yang harus dipelajari sementara waktu istirahatnya hanya sedikit
  • Mau kerja apa nanti kalau bisanya cuma ngaji aja?
  • Takut ah, nanti keluar-keluar malah beringas, karena di dalam pesantren nggak pernah ketemu sama lawan jenis
  • Nggak deh, nanti pulang-pulang jadi serba ceramahin ibu bapaknya, serba haram semuanya
  • Kangen, sepi kalau nggak ada anak-anak di rumah

Dan sederet kekhawatiran lain yang kerap kali bikin maju mundur untuk menyekolahkan anak di pesantren.

Maju-mundur Menyekolahkan Anak di Pesantren

 

[caption id="attachment_789" align="aligncenter" width="503"]menyekolahkan anak di pesantren in Dien I’m in Love | pic. @rachidnl on Unsplash[/caption]

Tepatkah Menyekolahkan Anak ke Pesantren?

Keinginan untuk menyekolahkan anak di lingkungan pesantren, tentu bukan pilihan yang mudah. Namun insyaAllah niat tulus itu akan menjadi berkah tersendiri untuk anak dan keluarga besar.

Banyak orangtua yang masih ragu untuk menyekolahkan anak-anaknya di pesantren. Beragam alasan muncul sebagai bentuk keraguan, di antaranya seperti alasan-alasan yang sudah diungkapkan sebelum ini.


Bekal Terbaik untuk Anak

Sebagai orangtua, Kita memiliki kewajiban memberikan bekal pendidikan yang terbaik untuk anak-anak, terlebih dalam hal agama. Zaman boleh berubah, namun prinsip dan pegangan hidup jangan sampai berubah-ubah. Dan ini hanya dapat dilakukan bila anak-anak sudah ditanamkan fondasi agama yang kokoh sejak dini. 

Keberadaan sekolah berbasis agama, khususnya pesantren akan sangat membantu Kita sebagai orangtua untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan yang lebih intens sebagai bekal masa depan anak. Apalagi di zaman yang makin sekuler dan hedonis seperti saat ini, di mana kebebasan HAM bisa menjadi suara-suara dan sorotan yang lebih diagungkan dibandingkan prinsip-prinsip ketuhanan. Ah, akan berat sekali tentunya pertentangan batin yang dimiliki seseorang tanpa landasan yang memadai dalam hal agama.

Sebagian orangtua yang menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren memiliki harapan yang sangat besar akan pemahaman keberagamaan anak-anaknya kelak. Dengan memasukkan putra-putrinya ke pesantren, diharapkan nilai-nilai dan prinsip ketauhidan yang dimiliki semakin kokoh sehingga mereka tidak mudah terbawa arus lingkungan pergaulannya. Bergaul boleh, tapi tetap ada prinsip-prinsip yang tidak bisa dilanggar.

[caption id="attachment_792" align="aligncenter" width="300"]Santri di Pesantren Jadi Santri itu Asyik | pic. @karamat0 on Unsplash[/caption]

Meski jelas tidak semua lulusan pesantren dapat dikatakan sudah benar dan sempurna perilakunya, namun tetap ada banyak hal positif yang bisa dijadikan pertimbangan untuk memasukkan anak-anak ke pesantren.

Dengan lingkungan pergaulan yang lebih heterogen, seatap dengan santri-santri yang berbeda latar belakang dan budayanya, para santri diajarkan untuk mengedepankan toleransi dalam pergaulan sehari-hari. Sehingga bila saatnya tiba, mereka diharapkan sudah lebih siap terjun ke masyarakat dengan tingkat kematangan emosi dan spiritual yang lebih tinggi dan lebih siap memberikan kontribusi maksimal untuk kehidupannya.

Menjadi Santri Bukan Berarti Menjadi Ahli Surga

Dan meski menjadi santri sama sekali bukan jaminan untuk menjadi ahli Surga, namun di pesantren, umumnya anak-anak akan ditempa dengan banyak hal yang membutuhkan kemandirian dan kematangan bersikap dan berlaku. Matang secara emosi dengan nilai-nilai ketuhanan yang  menjunjung tinggi kasih sayang untuk sesama.

Pesantren layaknya miniatur kehidupan bermasyarakat secara real, di mana para santrinya akan merasakan berbagai macam hal, mulai dari ujian kemandirian, pluralisme budaya, kesederhanaan hidup, ajaran sopan-santun yang lebih ketat dan tentu saja penguasaan ilmu-ilmu agama yang akan lebih banyak dipelajari dan dipraktekkan. Apakah ilmu itu hanya sampai di lisan atau bisa menyerap ke hati, tentu hasilnya akan berbeda bagi setiap santri.

Memutuskan pesantren sebagai pilihan sekolah terbaik untuk anak-anak Kita, pastilah tidak mudah. Bayangan akan berpisah jauh dan lama serta tidak bisa melihat perkembangan anak selama masa pendidikannya, menjadi alasan tambahan yang cukup berat bagi Kita sebagai orangtua untuk melepas buah hati tercinta.

[caption id="attachment_787" align="aligncenter" width="264"]Perempuan dan Hijab Islam is My Way | pic. @mihaisurdu on Unsplash[/caption]

Keputusan akhir ada di tangan Anda sebagai orangtua. Bagi sebagian pasangan, memasukkan anak-anak ke pesantren adalah sebagai bentuk perwujudan dari memberikan (mewakafkan) anak keturunannya agar bisa berdaya bagi kepentingan umat di sepanjang usianya dan di zamannya nanti, dengan wasilah ilmu-ilmu dan keberkahan yang didapatkannya selama menempuh pendidikan di pesantren.

Namun demikian, dari sekian banyak pesantren yang tersebar di negeri ini, Kita tentu harus bijak memilih dan menyesuaikan, tempat mana yang ingin Kita percayakan sebagai fondasi keilmuan dan keimanan anak-anak Kita kelak.

Tenang dalam Akidah yang Benar

Dan bagi sebagian besar Orangtua yang tidak menjadikan pesantren sebagai tujuan, jalur sekolah non asrama berbasis agama akan menjadi alternatif yang lebih tepat. Selain tidak harus berpisah lama dengan anak-anak, upaya menumbuhkan karakter pengasuhan yang lebih sesuai dengan keinginan orangtua juga akan lebih mudah untuk dilakukan. Walau tentu saja, jika ingin mencari ilmu agama yang lebih banyak dan mumpuni, otomatis dunia pesantren lebih tepat untuk dipertimbangkan.

[caption id="attachment_795" align="aligncenter" width="300"]Menyekolahkan anak ke pesantren Learning is My Passion | pic. @baim on Unsplash[/caption]

Apapun pilihan sekolah yang ingin dimasuki, jangan biarkan anak-anak Kita bertumbuh tanpa memiliki pegangan ilmu keagamaan yang cukup. Karena seperti yang sama-sama Kita tahu, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh, keduanya akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. 

Be The First for Them

Dan jangan pernah merasa berat untuk mengusahakan segala upaya dalam pendidikan agama anak-anak Kita, karena dari setiap harta yang kita sedekahkan untuk pendidikan anak-anak, terutama untuk pendidikan dalam menegakkan agama Allah, setiap sen-nya juga akan menjadi jariyah yang tak putus sampai akhirat nanti.

Kelak, di masa tua, Kita akan menyadari, orang pertama yang akan merasa paling beruntung dengan kehadiran anak-anak yang sholeh, tentu saja adalah Kita sebagai orangtuanya.

Jangan pernah lewatkan kesempatan untuk menabur benih kebaikan dalam setiap pendidikan dan amal sholeh yang dilakukan anak keturunan kita.

Seorang Ustadz pernah berkata,

“Selagi Kamu mampu mengajarkan huruf-huruf dan bacaan Quran yang pertama untuk anak-anakmu, jangan biarkan orang lain mengambil kesempatan itu dengan mendapatkan jariyah yang tak putus, walau hanya dari Alif-Ba-Ta nya saja.”

 

 

Read More
Sandwich Generation
Imperfect Family

Sandwich Generation : Hal Tabu yang Suka Nggak Suka Harus Dilalui

[caption id="attachment_724" align="aligncenter" width="300"]Dilema Sandwich Generation My Delicious One[/caption]

Dilema Sandwich Generation

Sandwich Generation: Ungkapan yang kini umum diberikan sebagai perumpamaan bagi orang-orang di rentang usia tertentu yang berada dalam kondisi terjepit di antara 2 generasi, generasi Orangtua (dan keluarga besar) di atasnya, dan Anak-anak sebagai generasi di bawahnya.

Sebagai manusia normal, Kita akan melalui siklus hidup yang terjadi pada mayoritas manusia pada umumnya: 

Terlahir ke dunia – Tumbuh besar – Mengenyam Pendidikan – Bekerja dan Mencari Nafkah – Menikah – Memiliki Keturunan – Memasuki Usia Senja – dan Menunggu Ajal Datang Menjemput

Bagi kebanyakan orang, jarak waktu yang dimiliki antara bekerja dan melangsungkan pernikahan tidaklah lama. Begitu lulus sekolah, kemudian bekerja dan lantas menikah.

Belum sempat memikirkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan dalam kehidupannya sendiri, tetiba sudah dihadapkan dengan seluruh kewajiban sebagai Orangtua baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tetiba menyadari jika hidup yang dijalani bagaikan rangkaian gerbong kereta yang berisi kewajiban dan kewajiban.

Seolah banyaknya kewajiban sebagai pasangan dan Orangtua baru belum cukup panjang untuk menjadi antrian perhatian dan pemikiran bagi pasangan muda, di sisi lain, masih harus dihadapkan dengan perhatian yang sama besarnya untuk kedua Orangtua tercinta ataupun keluarga besar lainnya.

Di satu sisi harus menghitung besaran kebutuhan dan kesejahteraan untuk keluarga kecil Kita, dan di sisi lain juga harus mempertimbangan kenyamanan dan kestabilan untuk Orangtua tercinta yang telah bersusah-payah merawat dan membesarkan Kita hingga menjadi seperti saat ini.

Jangankan berpikir untuk kesenangan pribadi, memikirkan kedua sisi ini saja tentunya sudah mengambil porsi yang sangat besar dalam ruang kepala Kita.

[caption id="attachment_488" align="aligncenter" width="300"]Parenting ala Rasul Sakinah Bersamamu[/caption]

Sebelum Kita berbicara tentang adab terhadap Orangtua (birrul walidain), mari Kita sama-sama tidak menutup mata akan banyaknya hal yang terjadi dalam pernikahan 2 insan yang tidak berjalan mulus akibat adanya ketidaksesuaian dalam merespon dan memperlakukan keluarga besar dari kedua pihak, hingga menjadi batu sandungan dan sumber keretakan dari pernikahan keduanya.

Bayangkan jika selama ini (untuk beberapa waktu lamanya), Anda secara aktif berperan sebagai tulang punggung dalam keluarga. Dan setelah memiliki pasangan, Anda tidak bisa lagi memainkan peranan yang sama. Entah karena prioritas yang berubah, ataupun karena tidak adanya persetujuan dari pasangan untuk ikut turun tangan dan membantu perekonomian keluarga besar.

Antara pasangan sudah cocok, namun ternyata ketidakcocokan justru datang dari hubungan antar Menantu dengan Mertua, atau malah dari hubungan antar Besan.

Bahkan tidak jarang, sebagian pasangan lebih memilih menarik diri dari keluarga yang telah membesarkannya selama ini demi menciptakan lingkungan keluarga yang lebih harmonis dengan keluarga kecilnya.

Maka beruntunglah jika Kita dianugerahi pasangan yang sangat menerima dan menyayangi keluarga besar Kita seperti halnya terhadap keluarga sendiri. Belum lagi jika ditambah dengan Orangtua dan Mertua yang super-duper pengertian terhadap Anak dan Menantunya.

Entah kapan persisnya terlahir istilah Sandwich Generation ini. Istilah Sandwich Generation ini, bila tidak disikapi dengan bijak, hanya akan menjadi beban dan dilema tersendiri bagi kalangan yang tengah berada di situasi tersebut.

Seperti sama-sama Kita pahami, Kita mungkin tidak meminta untuk dilahirkan ke dunia ini, tetapi 1 hal yang juga harus sama-sama Kita sadari, kedua orangtua Kita juga pastinya memiliki pilihan untuk melahirkan dan membesarkan Anak-anaknya atau tidak.

Tidak butuh waktu lama bagi Orangtua untuk merelakan dirinya menunduk di hadapan orang lain demi kesejahteraan Anak-anaknya tercinta. Tapi diperlukan niat yang sangat teguh bagi seorang Anak untuk bisa menepuk pundak kedua Orangtuanya dan mengucapkan: “Istirahatlah, Ayah dan Ibu, kini giliranku untuk menggantikan posisi Kalian.”

Nggak mudah memang, untuk diucapkan, apalagi jika melihat rentetan tanggungan dan impian pribadi yang masih menggunung.

Mungkin dari situlah sebabnya terlahir pribahasa: “Kasih Ibu sepanjang masa, Kasih Anak sepenggalan,” saking begitu lazimnya Kita melihat tidak ada 1 pun Anak yang sanggup menyerupai dan membalas kasih sayang kedua Orangtua untuk Anak-anaknya.

Kedua Orangtua bisa saja membesarkan dan mengurus kesembilan Anaknya, tetapi 9 Anak tadi belum tentu bisa mengurus kedua Orangtuanya.

Kata Rasulullah tentang Ayah dan Ibu

Dalam beberapa hadits, Rasullulah mengingatkan Kita untuk tidak berlaku kasar kepada kedua Orangtua, bahkan untuk berkata “Ah/ Hush” saja pada orangtua, Rasul pun melarang Kita. Belum lagi jika Kita mendengar berbagai pernyataan dari Orang-orang sukses tentang arti orangtua dalam setiap kesuksesan yang dicapainya.

[caption id="attachment_483" align="aligncenter" width="300"]Keluarga Kecil Bahagia Simple Life, Happy Family[/caption]

Tidak ada 1 hubungan pun yang bisa memutus ikatan darah antara Anak dan Orangtua, sekalipun untuk hal-hal yang prinsipil sifatnya. Rasulullah SAW pun pernah meminta Asma binti Abu Bakar untuk tetap bersikap sebaik-baiknya kepada Ibunda tercinta yang berbeda keyakinan dengannya. Apa pun dan siapa pun Kita saat ini, tidak ada artinya tanpa andil dari kedua Orang Tua tercinta.

Bahkan, begitu besarnya keutamaan dari memperlakukan kedua Orangtua dengan sebaik-baiknya, sampai-sampai Rasulullah SAW pernah menolak seseorang yang datang dan mengajukan diri untuk berhijrah dan berjihad bersama Rasulullah SAW dan para Sahabat lainnya. Semua itu semata demi menjaga kebaikan dan keutamaan dari berbuat baik kepada Orangtua.

“Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash RA berkata:

Ada seseorang datang kepada Nabi Allah SAW dan berkata:

“Saya berbaiat kepada Tuan untuk berhijrah dan berjihad dengan hanya mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala semata.”

Beliau bertanya:

“Apakah masih ada salah seorang di antara kedua Orangtuamu yang masih hidup?”

Ia menjawab:

“Ya, Masih. Bahkan kedua-duanya masih hidup.”

Beliau bertanya:

“Kamu mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala?”

Ia menjawab:

“Ya.”

Beliau bersabda:

“Kembalilah kepada kedua Orangtuamu dan layanilah mereka dengan sebaik-baiknya.”

-H.R. Bukhari dan Muslim-

Sebelum Segala Sesuatunya Terlambat

Rasa-rasanya tidak perlu lagi Kita menunggu 1 kalimat tambahan dari beberapa teman sebaya yang sudah lebih dulu ditinggalkan oleh salah satu ataupun kedua Orangtuanya, yang acapkali secara berulang mereka akan berucap:

“Penyesalan terbesar Saya, karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk kedua Orangtua, belum bisa menjadi Anak yang baik di masa usia mereka. Andai saja Saya bisa memperlakukan Mereka dengan lebih baik di masa hidup keduanya.”

Untukmu yang sedang berada di posisi ini, “Tetaplah Semangat, meski Semangat saja tak cukup untuk melangkah.” “Dan Selamat, karena 1 pintu Surga telah terbuka untukmu.”

Semoga Allah meridhoi langkah kaki Kita untuk sama-sama bisa menjadi Anak yang sholeh bagi kedua Orangtua tercinta, baik di masa hidupnya maupun di setelah ajalnya menjemput.


Punya pengalaman menarik dengan kisahmu sebagai Generasi Sandwich? Bagikan pengalamanmu dengan Kita di sini. 1 kisah yang menurutmu biasa saja, bisa menjadi 1 langkah yang besar bagi kehidupan Orang lain.

 

Read More